Chapter 40: MENENANGKAN

1.2K 100 8
                                    

Nyatanya hanya dia yang
akan selalu ada
~ Refalden Dakara

Happy reading
Semilir angin perlahan mulai menusuk kulit yang berwarna sedikit pucat itu. Entahlah, cuaca hari ini sedikit tidak baik, ditambah langit yang sedikit mendung padahal waktu baru saja menunjukkan pukul dua siang. Tetapi bisa saja alam sedang bersahabat dengan suasana hati lelaki itu, yang kini sedang berdiam di sebuah atap sekolah sambil melamun dengan tatapan kosongnya.

Semua cewek yang lo sayang pergi kan?gue harap engga untuk Naya.

Suara itu, perkataan yang Aji lontarkan kepadanya tadi terus berputar didalam kepalanya, benarkah? benarkah ia akan membuat Naya pergi? Al hanya bisa menundukkan wajahnya dengan dengan tanya yang terus bergemuruh di kepalanya.

Tak lama dari itu, ada seseorang yang berjalan menghampirinya, seseorang itupun langsung menduduki tubuhnya di samping Al.

Seketika Al melirik ke arah si empunan tersebut. "Sorry.." begitu lirih, membuat siapapun yang mendengarnya tak tega.

Naya menggelengkan kepalanya dengan mata yang sudah terbendung dengan air mata. Tidak, Al tidak seharusnya meminta maaf karena dirinya tidak melakukan apapun tadi, tidak membentaknya, maupun membalas ucapan Vani.

Naya merasa bersalah, seharusnya ia tidak marah dan menangis tadi, dengan menegur Vani pun sudah dibilang cukup. Jika hal tadi tidak terjadi, mungkin lelaki yang berada di depannya tidak akan bernasib seperti ini, ruam kembali hadir di wajahnya, pucat dan mata sayunya membuat Naya kembali teringat dengan kejadian beberapa hari yang lalu, dimana lelaki ini terluka dan nyaris tiada.

Akan membuatnya bahagia, itu adalah kalimat sekaligus janji yang seharusnya Naya lakukan kepada Al, namun belum menginjak satu minggu pun ia sudah membuatnya terluka seperti ini.

"Gaperlu minta maaf Al, gue nya aja yang lebay sama cemburuan hehe," Naya mencoba mencairkan suasana.

"Maaf..maaf..maaf Nay," Al jauh merasa lebih bersalah, mengapa ia begitu tega membuat gadis kuat dan periang didepannya ini menangis dan menyakiti hatinya?

"Kaga mau," Naya membalas dengan raut juteknya, betapa girangnya ia saat melihat Al mulai kembali menundukkan wajahnya, gemas sekaligus kasihan melihatnya, dan tanpa aba-aba Naya pun begitu gatal ingin memotretnya.

"N-ay," Al memijat pelang pangkal hidungnya, untung saja Naya tidak melihatnya. Sakit dikepalanya tak kunjung menghilang, namun ia berusaha untuk tetap tersadar.

"Hm?"

"Gue gabakalan bikin lo pergi ya?" ujarnya begitu saja.

"Pergi gimana maksudnya, pindah? mati?" Naya sedikit bingung dengan pertanyaan Al tadi, dan Al hanya menjawab dengan anggukan.

"Ya engga lah, lo pembunuh dong berar—" ucapannya terhenti seketika, Naya baru paham maksud dari pertanyaan Al tadi, tapi jika Al akan melakukannya tidak mungkin ia akan bertanya.

"Siapa yang bilang gitu sama lo?" suara Naya berubah dingin dan sedikit serius sekarang.

"Siapa? Sheril?" sambung Naya.

"Engga," Al hanya menngeleng.

"Oke, lo nurut sama gue sekarang, jangan pikirin apapun dari orang yang nyamperin lo tadi, dan lupain perkataan-perkataan apapun itu dari otak lo!" Naya meletakan kedua telapak tangannya di pipi Al, walaupun awalnya sedikit terkejut karena rasa hangat lah yang ia rasakan.

EXONERATE [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang