Menutup mata
adalah hal yang bisa membuat
ketenangan meski tak abadi
~Refalden Dakara
⛓Happy reading
"Oper si Al, Ji!" sedari tadi Barra terus berteriak, namun Aji masih pura-pura seolah tak mendengarnya.Barra mendorong kasar tubuh Aji saat bola yang dirinya oper justru bukan kepada Al yang sedang berada di dekat gawang melainkan kepada Roni yang jaraknya begitu jauh dengannya.
"Kok marah sih Bar?" Aji kesal dengan perlakuan Barra.
"Gue gabakal marah kalo lo main adil, udah berapa kali lo dapet kesempatan tapi lo gak oper sama si Al. Dari tadi dia gadapet bola Ji!"
Adit dan Aby pun berlari ke arah mereka berdua. "Udah anjir kok gelut sih."
"Lo sebegitu pengen menang Bar? kita ini bukan lagi tanding loh, main-main doang sama anak kelas," ujar Aji.
"Gue gak permasalahin menang ato engganya, gue cuma pengen lo gak gitu sama si Al, lo cuma mentingin ego! coba aja kalo lo kasih dia mungkin bakalan masuk tu bola."
Aji hanya tersenyum miring. "Masih mungkin kan? belum pasti dia bakal cetak gol."
"Tapi bener juga kata Barra sih Ji, gue juga gereget liat lo tadi kenapa gak kasih si Al. Semoga nanti pas tanding basket lo gak gitu." ujar Adit.
"Hidup dia berjasa banget ya sama lo pada? kalian marah cuman karena gue gak ngasih dia bola? kayaknya gue dibunuh dia sekalipun kalian gabakal nyalahin dia."
"Kayaknya si Al mati pun lo bakalan seneng ji, karena dengan itu lo bisa dapetin Naya kan? cuma karena dia lo jadi gini," celetuk Sando.
Al yang kini menjadi objek yang sedang dibicarakan pun hanya menatap mereka dengan tatapan dinginnya, entahlah ia rasa mereka terlalu aneh karena mendebatkan masalah yang tak patut dipermasalahkan. Setelah si ketua murid memberitahukan waktu pelajaran habis, Al memilih pergi ke toilet untuk mengganti bajunya.
"Al!" ujar Naya dengan berlari menghampirinya.
"Kondisi lo udah baikan? ngapain sih semalem pake mabok segala," lanjutnya, Al hanya mengangguk meski itu tidak sepenuhnya benar, ia rasa tubuhnya tidak akan pernah lagi bisa baik-baik saja.
"Nay."
"Iya?"
"Lo nanti pulang gimana? bawa mobil?"
Naya menggeleng. "Gue gak bawa mobil, tadi berangkat nebeng papi gue."
"Bareng gue aja," ajak Al.
"Okey, bye doger!" Naya lalu pergi bersama ketiga temannya untuk mengganti baju.
***
Al baru saja selesai mengganti baju, ia berniat untuk membasuh wajahnya namun niatnya itu terhalang oleh seseorang yang baru saja memasuki toilet dengan dua orang dibelakangnya.
"Sendirian aja nih, temen lo mana?oh, atau mereka bukan temen lo lagi sekarang?" ujar murid tersebut, orang itu adalah Aldo. Aldo si salah satu pentolan sekolah yang begitu tidak menyukai Barra dan juga kawan-kawannya terutama Al, karena Al lah yang selalu di sebut-sebut oleh para wanita di sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Подростковая литератураRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...