Terlihat baik secara fisik,
namun terbunuh secara mental
~Arvanio Andreas
⛓Happy reading
Pernikahan pun berjalan lancar walaupun setelahnya Reza sempat hampir seperti ingin marah, karena melihat Alden datang dengan muka penuh lembam seperti anak urakan dan berandalan.Keluarga besar langsung melakukan makan bersama di sebuah meja yang disediakan dengan begitu panjang dan mewah.
Al sedari tadi enggan menatap neneknya karena Helen terus menatapnya seperti tak suka, setelah kepergian menantunya ia masih bisa memaafkannya karena Al masih begitu kecil, tapi setelah kematian Oliv saat itu juga Helen benci dengannya.
"Selamat untuk kalian berdua," Ujar Alex ayahnya Reza.
"Terimakasih yah," jawab Reza dan Widi serempak.
Helen tersenyum lalu menatap Widi. "Semoga kamu bisa menjadi pendampingnya sampai akhirat kelaknya ya Wid."
"Aamiin," jawab mereka terkecuali Arvan, ia masih dibilang belum dan tidak setuju Widi menjadi pengganti bundanya.
"Bagaimana sekolahmu Van, Al?" kali ini om Paris yang bertanya.
"Baik-baik aja om."
"Sudah pasti baik-baik saja, Arvan sudah sering membawa prestasi untuk keluarga ini, dan ditambah dia juga aktif di OSIS,"bukan Arvan yang menjawab, melainkan Helen.
Tante Desi heran saat melihat wajah Al yang penuh lembam. "Itu wajahmu kenapa Al?"
"Paling juga berantem, kan itu hobi dia," celetuk Reza dan Widi langsung menyenggol kaki suaminya itu.
"Al dikeroyok tadi, bukan berantem," jawab Arvan.
Helen menatap Al tajam. "Anak ini pulang sekolah bukan bawa prestasi, tapi bikin frustasi dengan kelakuan bejatnya."
Alex menatap Helen. "Sudah Len."
"Memang benar kan dia selalu buat ulah, kita udah kehilangan dua anggota keluarga karena dia, tapi sikapnya tak pernah berubah malah bikin malu keluarga. Sudah menyusahkan, saya gak sudi punya cucu seperti itu, saya gapunya cucu PEMBUNUH!" Reza menghampiri Helen dan menenangkannya supaya tidak terjadi keributan.
"Mah sudah," Paris pun menghampiri Helen.
Al langsung menunduk ia meremas bajunya dengan tangan bergetar, kejadian seperti ini terulang kembali, ia bukan takut dengan Helen, bisa dibilang ia panik dan juga sedikit trauma dengan perkataannya.
Arvan yang mengerti pun langsung menenangkan tangan dingin Al yang terus bergetar itu. "It's oke."
"Van, bawa dia pergi dari sini." ujar Alex lembut, hanya ia yang bersikap baik padanya, karena ia tau Al tidak salah dengan kejadian waktu itu.
"Ayo Al!" ajak Arvan menarik Al.
***
"Si Aby kardus, si Aby kampret, si Aby mencret, si Aby bangsaaat,"
Adit terus menyanyikan lagu ituAby langsung mencekiknya dengan melingkarkan tangannya pada leher Adit. "LO YANG KAMPRET!"
"Ampun By ampun," Adit hampir tidak
bernapas karena ulah Aby"Lo si, dah tau si Aby lagi galau," ujar Aji.
Sando sibuk dengan mie nya. "Galau kenapa? si Aca marahin lo lagi?"
"Bukan, emak gue punya pacar anjir."
Adit tak bisa menahan tawanya. "Bhahaha, trus lo cemburu By? ngapa lo yang galau harusnya bokap lo yang galau."
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...