The Final Chapter

2.3K 90 11
                                    

And i will see you someday
again in the clouds
~Anaya Aretha Rumi
⛓️

Happy Reading
Di malam yang sunyi ini, sebuah kamar yang begitu minim cahaya terdapat seorang remaja laki-laki yang kini sedang gusar dalam tidurnya. Ia beralih kesana kemari sampai dimana ia terperanjat dari tidurnya, bangun begitu saja dengan keringat bercucuran, namun setelah itu ia langsung mencengkram kepalanya keras.

"Arghh..shh.." erangan kecil keluar dari mulut yang bergetar itu. Al terus menarik rambutnya saat sakit yang begitu mendera kepalanya terasa sangat menyakitkan.

Al berjalan terseok mencari obatnya, namun nihil saat di langkah ketiga ia justru tak kuat menahan bobot tubuhnya. Ia meluruh dengan tangan yang masih setia berada pada kepalanya. Tak ada yang mengetahui kondisinya saat ini, kaki yang seolah mati rasa membuatnya semakin takut akan hal yang tidak-tidak. Ditambah oksigen yang terasa minim memasuki pernapasannya, Al panik tentu saja. Apakah ini akhir dari segalanya? mati dalam keadaan gelap tanpa ditemani siapa-siapa? Al tidak ingin itu terjadi.

"Jangan sekarang Tuhan.." lirihnya.

Ia masih terus berusaha bangun, meski sesekali ia terjatuh, namun akhirnya ia berhasil meraih obat yang dicarinya. Sialnya lagi, ia lupa bahwa obat yang ia minum saat bersama Naya kemarin adalah obat terakhirnya, tak ada satupun yang tersisa disana.

"Ayah..tolong.." percuma, semua penghuni rumah sudah terlelap, mana bisa mereka mendengar lirihannya yang begitu pelan.

Al menyeret tubuhnya untuk menuju kembali ke ranjangnya, dan berhasil. Ia mengambil benda pipih di sebelahnya, tak berniat menghubungi siapapun, karena lagi-lagi dirasa percuma.

Tes, cairan merah kental mengotori seprei kasurnnya, banyak sekali, dan Al hanya membiarkannya begitu saja. Al menikmati setiap rasa sakit yang dirasakannya malam ini. Dirasa percuma untuk semua yang ia lakukan, ia rela jika Tuhan akan mengambilnya malam ini juga.

"Bunda..aku cape.." lirihnya entah pada siapa, entah halusinasinya atau ia yang berucap pada diri sendiri. Malam ini, menjadi bukti atas keaadaan Al yang jauh dari kata baik-baik saja, sakit di kepalanya, darah yang terus mengalir dari lubang hidungnya, badan yang terus bergetar, ditambah wajah yang sudah tak berona. Semua terlihat begitu memprihatinkan. Mungkin Al akan terus menahannya hingga pagi nanti, sendirian, tanpa di dampingi kekuatan dan pelukan.

***

Pagi yang dinantikan pun tiba, perlahan redup-redup cahaya memasuki ruangan itu. Al masih berada pada posisinya, ia tak tidur, hanya memejam matanya saja guna menghalau rasa sakit itu semua. Pukul sudah menunjukkan setengah tujuh pagi, tak lama kemudian ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.

"Al bangun! udah siang, lo gak mau telat upacara?" tak ada sahutan apapun di dalam sana.

"Woy! ayah marah mampus lo!" teriaknya lagi, dan masih tak ada sahutan dari si empunan.

Seketika Arvan menyerngit bingung, ia langsung membuka pintu di depannya, namun Arvan terkejut bukan main, saat melihat kondisi Al yang begitu mengenaskan.

"AL!" ia berjalan sedikit berlari menghampiri adiknya. Ia menepuk-nepuk pelan pipinya.

"AYAH!! YAH!!" teriakan Arvan pun langsung terdengar sampai lantai bawah.

"Bangun anjing! jangan bikin gue takut!" Al mengerjapkan matanya perlahan, ia tersenyum tipis pada Arvan.

"Gue masih disini, tapi tadi malem lo kemana Van..." lirih lelaki itu, sampai dimana Reza muncul dari arah pintu diikuti Widi dari belakang.

"Ada apa Van?" ujar Reza dengan napas memburu.

"Al yah," jawabnya. Reza mengambil alih Al yang awalnya berada di dekapan Arvan.

EXONERATE [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang