Chapter 51: ALASAN SEBENARNYA

1.6K 141 15
                                    

Aku merasa begitu egois,
hingga tak sadar bahwa dirinya
jauh lebih membutuhkanku
~Anaya Aretha Rumi

Happy reading
Setelah Arvan mendapat panggilan dari bi Mina, dan mendengar bahwa Al tadi sempat mengalami kejang lagi, hal itu membuat Arvan langsung bergegas pergi dari sekolahnya untuk menuju rumah sakit. Ia tak memperdulikan satpam yang terus meneriakinya, sampai dimana ia pun tak menyadari bahwa Barra mengikutinya.

"Gimana bi?" Arvan begitu panik setelah tiba disana.

"Aden tenang dulu, bibi yakin den Al gabakalan kenapa-napa," bi Mina mencoba menenangkannya, sampai dimana Barra datang.

"Bang.." panggilnya pelan, Arvan terkejut mendengarnya dirinya lalu menoleh ke arah suara itu.

"Lo ngikutin gue Bar? ngapain?"

"Harusnya gue yang nanya, lo ngapain kesini bang? dan kenapa lo panik gitu?" Arvan pasrah, mungkin sudah saatnya ia memberitahukan hal ini kepada Barra.

"A-al, dia—"

"Permisi," ucapan Arvan terpotong saat dokter Satya memanggilnya.

"Om.."

"Dia belum juga siuman, tapi satu jam lagi kita mungkin akan mulai melakukan pemeriksaan," sambung Satya.

"Apa saja?"

"Pemeriksaan fisik, CT-Scan, MRI, juga tes darah. Saya juga berharap Al segera bangun dan terbebas dari komanya ini," setelah mengucapkan itu, Satya berpamitan pergi.

"Koma? Al koma?" tanya Barra, kaget sekaligus tak menyangka dengan hal ini.

"Iya, lo tau keselnya gue setelah denger info, kalo hampir seluruh penjuru sekolah nuduh cowok yang di dalam vidio itu si Al? meski si Al baik-baik aja pun, dia gabakalan tinggal diam liat cewenya diperlakukan kayak gitu, dia pasti cari pelakunya sekalipun di ujung bumi. Tapi apa? orang yang statusnya sebagai temen dia, justru nuduh kalo dia bukan cowo yang becus jaga cewenya, ngilang gitu aja, seolah bodo amat dengan kejadian ini, padahal dia lagi berjuang buat sekedar tetap hidup," ujar Arvan sedikit meluapkan emosinya.

"Kenapa lo gak kasih tau gue bang? dari kapan?"

"Waktu itu gue udah ngerasa gapunya siapa-siapa lagi buat cerita, kalo lo sekarang gak ngikutin gue paling lo juga bakalan sependapat sama pikiran mereka, Bar," ujarnya sedikit ketus.

***

Tepat pukul 7 malam, di sebuah ruangan bernuansa serba putih dengan aroma khas obat-obatan itu hanya terdapat dua orang remaja dengan posisi yang begitu berbeda. Arvan yang kini berdiri mematung dengan pandangan lurus ke arah ranjang, ranjang itu terdapat Alden yang masih tertidur pulas, ralat dia bukan tidur, dia mungkin sekarang sedang bersenang-senang di tempat lain, tempat yang dimana siapapun tidak dapat mendatanginya. Terkecuali jika bernasib sama dengannya.

"Al.."

"Udah hampir satu minggu lo merem, gue tau dengan cara gini hidup lo jadi tenang. Tapi kok orang-orang emang tega banget ya? dalam kondisi lo yang lagi gabisa ngapa-ngapain gini, masih aja ada yang nuduh lo jahat," Arvan menghela napas gusar.

"Kenapa tadi lo kejang lagi sih? gatau apa paniknya gue tadi, gue kira lo nyerah gitu aja. Cepetan bangun Al! cewek lo tuh kasian banget, lo mesti cari pelakunya, habisin dia!" gerutu Arvan tanpa ada respon apapun dari lawan bicaranya, hingga dimana ruangan kembali berubah hening.

EXONERATE [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang