I don't believe the words of people I hate, but I believe in people who hate me
~Anaya Aretha Rumi
⛓Happy reading
Alden hanya mematung dengan tatapan kosong, raut wajahnya berubah pucat seketika setelah bayangan kejadian itu kembali mengusiknya. Dengan cepat ia mengepalkan tangannya, ia hendak memukul Deon tapi ia justru menghentikan aksinya.Deon tertawa hambar. "Kenapa berhenti?"
Al menurunkan tangannya. "Gue males berurusan sama lo."
Deon mendekatkan kepalanya ke telinga Al. "Gue gaakan pernah berhenti berurusan sama lo, gue bakalan buat nasib lo sama kaya Dena."
Deon hanya berbisik, Al menatapnya tajam lalu ia segera membuka tali yang mengikat Naya.
Saat kedua orang penjaga itu ingin mencegahnya tapi Deon menyuruh mereka membiarkannya. "Biarin."
Al langsung membawa Naya pergi dari tempat itu, anggota SWORD yang lain pun ikut mengikuti.
Naya bisa merasakan tangan Al yang begitu dingin, kondisi Naya juga penting sekarang, karena ia sedikit shock dengan kejadian tadi, tapi disisi lain menurutnya Al lah yang paling ia cemaskan.
***
"Pake!" Al memberikan helm nya.
"Gue aja ya yang bawa motornya." ucapnya ragu, ia tidak yakin dengan kondisi Al yang seperti ini.
Al membantu Naya memasangkan helm, Naya bisa melihat tangan Al yang sedikit bergetar dan ia langsung memegangnya 'masih dingin' gumamnya
"Makasih ya, lo gapapa?"
Al menggeleng seketika.
Di sepanjang jalan mereka berdua sama-sama membisu, sampai akhirnya mereka sampai di rumah Naya.
Naya menyerahkan helm Al. "Nih, kayanya lo sakit deh, pucet banget."
"Gue gapapa," ujar Al dingin.
"Ck,gapapa ndasmu jangan sampe lo pingsan di atas motor," Al tersenyum tipis, ternyata masih ada yang peduli padahal ia selalu jutek kepadanaya.
"Eeem omongan Deon tadi jangan terlalu dipikirin ya, gue sebenernya ga tau masalahnya apa, tapi gue percaya yang di omongin sama dia itu gabener, soalnya omongan dia tuh selalu bulshit, gue tau lo baik," lanjut Naya sambil tersenyum.
Al tidak membalas ia justru pergi meninggalkan rumah Naya tanpa sepatah kata.
'Gue bisa liat dari mata lo Al, ada hal yang pengen lo ceritain, tapi lo segan'
Batin Naya.***
Al tidak langsung pulang kerumah,ia menuju ke apartemen nya, disana ia hanya meminum segelas kopi hitam dan juga menghisap beberapa puntung rokok.
Sampai jam menunjukkan pukul 7 malam ia keluar menggunakan motornya entah akan pergi kemana.
Ting
BUAYA KAYA RAYA
Adit:Markas hayuuu
Barra:@Alden lo gpp?
Aby:iya nyet lo gapapa kan?jangan dipikirin omongan si Deon
Sando:Babang Al where are u?
Barra:Mati kali hp nya,yauda markas!
Aji:Gabisa bar, nyokap minta anter belanja
Sando:Dit jemput aing ya?
Adit:Males gue bonceng makhluk modelan kaya lo
Sando:
Bismillahirohmanirohim
Goblok kamu
Astagfirullah
Sekian, wasalam***
Al yang sedang berada di sebuah club pun tidak menghiraukan teman-temannya yang entah sedang membicarakan apa di sana.
"Ri biasa."
Rian memberikan apa yang Al minta. "Kenapa kusut gitu, ada masalah?"
"Gaada," Al meneguk segelas minuman beralkohol itu.
Al sudah hampir mabuk dan Rian menghampirinya "Arvan tau lo disini?kalo sampe lo tepar di sini gue bilangin dia.
"Jangan."
Tiba-tiba datang 2 orang menghampirinya, mereka temannya Arvan. "Ngapain lo disini bocah!"
Al menepis tangan Kevin. "Diem lo!"
"Kalo ada masalah cerita, ngapain mabok-mabok gini," ujar Rehan.
Al yang merasa kepalanya begitu pusing, padahal baru 1 botol pusingnya bukan hanya karena ia mabuk tapi juga karna tubuhnya sedang tidak baik, ia lalu menelungkupkan wajahnya.
Rian menatap Kevin. "Telepon si Arvan, Vin"
"Ga, biarin dulu dia."
Rehan lalu mengangkat tubuh Al, betapa terkejutnya ia saat melihat darah yang terus mengalir dari hidungnya.
Al masih sadar tapi pandangannya sedikit mengabur. "Gue pembunuh, gue jahat bang, jangan deketin gue nanti lo mati.." ujar Al linglung dengan tubuh dan bibir yang bergetar.
Kevin menatap adik dari sahabatnya itu prihati. "A-al."
Tubuh Al oleng, untung saja Rian langsung menahannya, lelah, sakit, dan juga keterpurukan yang ia alami sekarang mungkin akan sedikit berkurang jika ia menutup matanya.
"Darahnya gak berhenti Vin," Rehan masih sibuk membersihkan darah, orang-orang disana menatap Al kasihan.
"Pasti lah, darah dia beda sama kita."
"Kita bawa ke rumah sakit, Ri jangan bilang ke Arvan soal ini biar gue yang ngomong nanti," Kevin meminta Rehan untuk membawa motor Al dan mereka pergi ke rumah sakit.
***
Barra yang sedari tadi menelepon Al, tapi tak kunjung dijawab, ia terpikir untuk menelepon Arvan.
"Halo bang."
"Gimana bar"
"Al dirumah?"
"Gue yang harusnya nanya sama lo, dia belum pulang dari sekolah, gaada masalah apa-apa kan?"
"Sebenernya tadi ada sedikit masalah bang, soal Dena."
"Bang?" Barra bertanya karena Arvan tak kunjung menjawab.
"Ah iya siapa yang ngungkit hal itu?"
"Deon bang."
"Gue minta tolong sama lo bar, awasi Al dia gaboleh banyak pikiran. Gue takut kenapa-napa."
"Iya bang"
***
Naya menatap jendela kamar Al, gelap terliha t seperti tidak ada penghuni disana.
"Dia gak pulang?" batinnya.
"Biiii," teriak Naya.
"Iya neng?"
"Papi udah pulang?"
"Belum neng."⛓
Next?vote😉
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...