Semua terasa mudah dan menyenangkan, jiga dilakukan bersama orang yang diinginkan
~Refalden Dakara
⛓️Happy Reading
Tak ada yang menyenangkan dari sebuah perpisahan kan, namun Al mencoba kuat seolah ia terbiasa dengan kata ditinggalkan. Pasca dua hari ia dirawat setelah siuman, tepat dua hari pula dimana ia mendapat kabar yang tak pernah ia harapkan, kemarin dokter sudah memperbolehkannya pulang meski ada beberapa syarat yang Satya berikan.Siang ini Al sedang berziarah ke pemakaman Deon, mendoakannya sekaligus menitipkan salam pula pada Dena, ia pergi ke tempat itu tentu tak seorang diri. Al ditemani Naya dan gadis itu juga yang menyetir motornya, aneh memang, Al sempat menolaknya tapi keinginan Naya tak bisa ia bantah, mereka pun di susul dengan anak-anak SWORD lainnya.
"Kita balik dulu ya Yon," ujar Adit berpamitan dan diangguki oleh yang lainnya.
Al mengusap pelan kayu nisan tersebut, di sisi Deon terdapat pula kuburan Dena, Al menatap nisan keduanya lekat seolah enggan meninggalkannya.
"Gue cabut dulu, seneng-seneng kalian berdua, tungguin gue nyusul," lirihnya pelan, namun Naya yang sempat mendengarnya sekilas langsung menyenggol pelan bahu yang kini berada di bawahnya itu. "Apaansi!"
"Gue gak ikut ke markas, cabut sama Naya."
"Yeuu bukannya balik ke rumah istirahat, malah bobogohan," (pacaran) celetuk Adit gemas dengan sifat batunya Alden.
"Sirik aje lu Dit," Adit menatap malas Aby yang kini di sisinya.
"Duluan," mereka pun mengangguk saat Al berpamitan.
Al segera menarik Naya dan membawanya ke parkiran, lalu memakaikan helm pada gadis itu. Naya ingin menggerutu karena Al memperlakukan ia seolah seperti manusia lembek dan manja, sekedar mengangkat helm yang beratnya tak seberapa itu tentu tidak akan membuatnya kelelahan bukan? Naya sedikit tak suka, namun apalah ia yang melihat raut wajah dingin Al, untuk mengucap satu kata pun ia tak berani lontarkan.
"Naik," tidak seperti perintah namun nada yang lelaki itu berikan seolah harus gadis itu patuhi, kini Al sudah berada di atas motornya, Naya masih diam, kesal lebih tepatnya.
"Nay? kenapa?" tanya lelaki itu.
"Bodo ah, kan tadi berangkat aku yang bawa, kenapa sekarang kamuu!!" bukannya kesal mendengar Naya mengomel, Al justru terkekeh melihat raut kesal gadis itu yang justru terlihat menggemaskan.
"Aku udah gapapa, cepetan mau di tinggal?"
"Iya-iyaa," dengan wajah masam ia menaiki motor itu, cape juga ngadepin cowok batu kayak Al.
Al mempukpuk helm atas Naya. "Gemes banget sih."
"Berisik!" percayalah di balik kekesalan Naya, gadis itu menahan rasa inging jungkir baliknya karena salting, kesal itu seolah lenyap hanya dengan tepukan pelan Al pada kepalanya.
***
"INI MAU KEMANA?" Naya bertanya sedikit berteriak agar didengar oleh Al, bodo amat soal orang-orang di dekatnya, ia tak ingin ada kata hah heh hoh di perjalan ini.
"Rumah."
"NGAPAIN??"
"Pulang," ucapan terakhir Al tak mendapat respon apapun lagi dari Naya, ia rasa gadis itu kembali kesal, namun mau gimana lagi Al bingung akan membawa gadis ini kemana.
Mereka berdua kini tepat berada di depan rumah Al, setelah seseorang membukakan pagar rumah, Al kembali menancapkan gas nya menuju garasi. Ia memasuki rumah dengan Naya yang masih setia mengekorinya dari belakang, di dalam sana ada Widi yang sedang berada di ruang tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...