53

820 140 0
                                    

Malam harinya Edgar pergi menemui Adrian di sebuah kafe di pinggiran kota. Tadi setelah mengantar Alana pulang, ia kembali ke kantor Adrian untuk berbicara berdua. Adrian sangat kaget melihat kedatangannya, apalagi Edgar mengatakan tadi pagi datang bersama Alana.

Edgar bisa melihat wajah Adrian yang berubah sendu saat ia menyebut nama Alana. Karena saat itu masih jam kantor, mereka tak dapat berbicara banyak. Oleh karena itu, malam ini Edgar mengajak bertemu.

"Di mana Alana?" Adrian melihat ke sekeliling, hanya tampak Edgar seorang diri.

"Dia nggak mau ketemu lo, bahkan besok dia ngajakin gue pulang ke Indo." Edgar berbicara dengan nada tak bersahabat. Adrian mengerutakan dahi mendengar jawaban Edgar.

"Kenapa dia nggak mau ketemu aku? Bukannya itu tujuannya datang ke sini?"

"Justru itu yang mau gue tanya sama lo. Kenapa Alana bisa nangis setelah ketemu lo?" Edgar balik bertanya, membuat Adrian merasa semakin bingung. Kapan ia bertemu Alana?

"Aku? Memang apa yang aku lakukan?" Adrian mulai tak sabar dengan Edgar yang menurutnya berbicara berbelit-belit.

"Dia bilang lo udah punya cewek baru?"

Mendengar pertanyaan Edgar, sedikit banyak Adrian mulai mengerti. Mungkin tadi pagi Alana melihatnya yang sedang berjalan bersama Ploy. Dia adalah rekan satu tim kerja dengan Adrian dari Thailand.

"Itu ...."

"Bilang aja, ya atau enggak." Edgar memotong ucapan Adrian.

"Aku mau ketemu Alana."

"Jawab dulu, baru gue bisa mutusin lo bisa ketemu dia apa nggak." Edgar tak memberi celah agar Adrian bisa membela diri.

"Kenapa jadi kamu yang mutusin? Kamu kakaknya? Pacarnya?" sindir Adrian.

Adrian merasa Edgar bertindak bagai orang yang paling berhak mengatur hidup Alana dan ia sudah muak akan hal itu.

"Gue ... Gue sahabatnya, sahabatnya yang paling peduli sama dia." Edgar terbata-bata menjawab ucapan Adrian. Ia baru sadar, ia tak punya kapasitas apa-apa untuk terlalu ikut campur dalam hidup Alana, ia hanya seorang teman, hanya teman.

"Dasar pengecut!" Adrian mendengus sebal.

"Apa?"

Edgar membuatkan mata mendengar ejekan Adrian, ia mencengkram kerah Adrian dan bersiap memukulnya, kalau saja ia tak ingat sedang berada di kafe, di negeri orang pula. Edgar melepas cengkeraman tangannya, kemudian ia kembali duduk.

"Bersembunyi dibalik persahabatan." Adrian kembali menyindir Edgar, membuat amarah Edgar kembali tersulut.

"Maksud lo apa, hah?"

"Semua orang juga bisa melihat kalau kamu suka sama Alana. Apa? Mau mengelak? Kamu mau tau apa yang menyebabkan aku pergi ninggalin dia? Yaitu kamu, kalian dan persahabatan konyol kalian."

"Yang lo bilang itu nggak bener ...."

"Aku udah muak berada di antara kalian, mau kalian itu apa, sih? Kalau saling cinta kenapa nggak sekalian jadian aja, jangan membuat orang lain terjebak di antara hubungan absurd kalian, kayak gue contohnya."

"Brengsek, sebenarnya lo nyari alasana aja 'kan? Sebenarnya lo cuma pingin mainin dia."

Adrian merasa malas menanggapi perkataan Edgar, ia melihat arloji yang ada di tangannya. Kemudian ia berdiri sambil memasukkan tangannya ke saku. Ia memandang Edgar dengan remeh.

"Oke, sepertinya nggak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Saran aku, jadi orang jangan pengecut, kalau memang suka dia, perjuangkan. Semoga kalian bahagia."

Edgar hanya melihat punggung Adrian yang berjalan menjauhinya. Edgar memegangi dadanya yang terasa sesak karena menahan amarah.

"Bukan, pasti bukan karena gue 'kan? Dia cuma nyari alasan aja. Ya, pasti begitu." Edgar mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Tiba-tiba datang sebuah panggilan masuk dari mamanya.

"Gar, Alana hilang. Mama nggak tau dia di mana. Tadi Mama manggil dia buat makan malam, tapi kamarnya kosong."

Teman Tapi Mupeng (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang