"Mama!"
Mendengar teriakan Alana, Adrian segera berlari ke arah semak-semak. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk kepada Alana.
"Kenapa?"
"Ada katak." Alana menunjuk seekor katak di atas sebuah batu.
"Cuma katak." Adrian menghela nafas lega, tapi ia juga kesal pada Alana yang hampir saja membuat jantungnya copot.
"Kalau ada katak biasanya ada ular, gue inget pelajaran rantai makanan waktu SD." Alana menampakkan raut wajah ketakutan yang alami, ia tidak mengada-ada.
"Makanya kamu buruan pipis sebelum ularnya muncul!" Adrian memandang Alana dengan kesal. Masalah buang air saja mengapa begitu pelik.
"Tungguin di sini, jangan pergi," pinta Alana. Membuat Adrian mengetatkan rahang lagi, karena saking absurdnya permintaan Alana.
"Maksudnya kamu mau saya melihat adegan live streaming saat kamu pipis, gitu?"
"Hadap sana!"
Adrian menuruti permintaan Alana. Kalau tidak, maka akan lama sekali urusan buang air kecil ini.
"Awas, jangan ngintip!" Alana memperingatkan sekali lagi.
Setelah selesai buang air mereka segera balik ke tenda. Tiba-tiba Adrian menghentikan langkahnya, yang berakhir Alana menubruk punggungnya.
"Kenapa ngerem mendadak?" Alana mengusap dahinya yang sakit karena membentur punggung Adrian.
"Bagus 'kan?"
Alana mengikuti arah pandang Adrian, tampak cahaya kecil berkelap-kelip. Sangat indah, mereka berterbangan kesana kemari.
"Wah, kunang-kunang!"
"Sstt ... Jangan keras-keras. Mereka sensitif dengan suara." Adrian reflek meletakkan telapak tangannya di bibir Alana. Membuat Alana tertegun.
"Lo punya plastik?" Alana menurunkan tangan Adrian, ia berbisik pelan.
"Buat apa?"
"Gue mau nangkap mereka, mau gue bawa pulang." Sekali lagi Alana berbisik di telinga Adrian. Heleh, kesempatan deket-deket, hehe.
"Jangan! Biarin mereka di sini. Kasihan." Adrian tak setuju dengan usul Alana.
Alana cemberut mendengar perkataan Adrian, dengan binatang ia mempunyai belas kasih, dengan manusia kejamnya setengah mati, mana mengatainya mayat.
Alana berniat pergi meninggalkan Adrian, persetan dengan kunang-kunang itu. Tiba-tiba Adrian menahan tangannya.
"Mau ke mana?"
"Ke tenda, gue ngantuk." Alana menghempaskan tangan Adrian.
"Saya tangkap seekor untuk kamu, tapi jangan dibawa pulang. Nggak semua yang indah itu bisa kita miliki."
Alana tertegun mendengar ucapan Adrian. Bisa juga pemuda kulkas itu berucap puitis seperti itu. Apa karena habis makan jagung?
Adrian menangkap seekor kunang-kunang, ia memenjara hewan kecil itu dengan kedua telapak tangannya. Tampak cahaya berpendar di sela-sela jari Adrian.
"Kek petromak, ya?" Alana takjub melihat pemandangan itu.
"Tangan kamu." Adrian memindahkan kunang-kunang itu ke telapak tangan Alana.
"Gigit nggak?"
"Enggak, mereka bukan carnivora."
"Alana?"
"Hm?"
"Nama kamu Alana 'kan?"
"I-iya?"
"Kenalin saya Adrian."
"Heh?"
***
Alana tersenyum seorang diri mengingat peristiwa 'kunang-kunang' bersama Adrian. Rupanya cowok itu tak seburuk yang ia duga.
Setelah peristiwa 'kunang-kunang' itu mereka ngobrol sebentar di dekat api unggun.
"Kenapa kamu mengikuti saya kemari?"
Alana kaget mendengar pertanyaan Adrian, ia gelagapan dan tak bisa menjawab. Apa sekentara itu pendekatannya.
"Siapa yang ngikutin kamu?" Alana mengelak. Sejak peristiwa 'kunang-kunang' itu ia kembali dalam mode aku kamu.
"Sampai segitunya kamu menyukai saya, sampai-sampai rela mendaki gunung." Alana tersedak mendengar ucapan Adrian yang sangat frontal.
"GR."
"Saya merasa tersanjung."
"Ha?"
"Bisakah kamu santai saja? Jangan melakukan apapun demi saya. Tunggu saja, sampai saya yang mendekati kamu."
Alana tak percaya dengan pendengarannya, Adrian yang akan mendekatinya?
"Mak-maksudnya?"
"Cukup diam dan tunggu saya."
Alana tanpa sadar menganggukkan kepalanya. Adrian tersenyum tampan, sangat tampan.
"Lana?"
"Heh?"
"Bolehkah saya memanggil kamu begitu?"
"I-iya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Mupeng (Complete)
HumorNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.