66

900 143 0
                                    

Sepanjang jalan Adrian merenung tentang pertengkarannya dengan Alana barusan. Ia sadar ia sudah terlalu egois. Alana benar, ia tak bisa datang dan pergi dengan seenaknya dalam kehidupan gadis itu. Lagipula dia yang sudah memutuskan meninggalkan Alana.

Kepulangannya kali ini ke Indonesia adalah demi Alana. Ia sudah memutuskan mengajukan mutasi ke Indonesia. Sebenarnya ia ingin mengikuti Alana sejak tiga tahun yang lalu, apa daya ia sudah terlanjur menandatangani kontrak.

Selama tiga tahun berjauhan dengan Alana, ia pikir semua akan terasa mudah, dan ia akan baik-baik saja menjalaninya. Sekalian ia ingin menguji sampai seberapa besar rasa sayangnya terhadap Alana. Saat itu ia hanya menyerahkan semuanya pada Tuhan, jika Alana memang jodohnya pasti ada jalannya untuk mereka bersama.

Pertemuannya dengan Alana di rumah sakit tempo hari seolah memberi jawaban pada Adrian, mungkin memang ia dan Alana ditakdirkan berjodoh.

Ia sadar keputusannya tiga tahun yang lalu itu sangat salah, ia sudah membuang-buang waktu yang berharga untuk bisa bersama Alana. Seharusnya ia bisa menekan rasa cemburunya kepada Edgar. Ia sadar Edgar dan Alana tak bisa dipisahkan begitu saja. Hubungan mereka sudah ada jauh sebelum ia mengenal Alana. Seharusnya ia tak boleh egois merusak semua yang sudah terjalin sejak lama.

Kini ia memutuskan untuk tak peduli akan semua itu. Ia tak peduli pada Edgar yang mencintai Alana, asalkan hati Alana hanya tertuju padanya.

***

"Heh, lo kemarin ke mana aja?"

Alana menemui Edgar saat jam praktek akan berakhir. Seharian ini dia tak bertemu Edgar karena mendapat tugas ke luar rumah sakit.

"Gue ada kok, di rumah aja."

"Gila lo, ya. Gue telepon nggak diangkat, telepon nggak dibales." Alana kesal dan memukuli Edgar dengan brutal.

"Posesif amat, udah kayak pacar beneran aja? Lagi mabar gue." Edgar membereskan mejanya dan menutup laptopnya.

"Gue kemarin diajakin jalan sama Adrian, Edgar! Gue mau minta jemput lo, nggak taunya lo kacangin. Pacar laknat emang!"

Edgar tersenyum melihat Alana yang merajuk, seolah mereka adalah sepasang kekasih sungguhan saja.

"Lo bilang sama dia kalau kita jadian?"

"Iya, biar dia nggak gangguin gue mulu."

"Halah, aslinya lo seneng digangguin dia." Edgar meledek Alana. Ia tahu pasti kini Alana sedang menikmati masa-masa balas dendamnya kepada Adrian.

"Gue nggak mau balikan sama dia, Edgar. Sekarang fokus gue ke pendidikan, bukan cinta-cintaan."

Edgar memutar bola mata malas, ia berjalan ke luar ruangan diikuti oleh Alana. Mereka berbicara sambil berjalan ke arah lift, Alana tampak kesusahan mensejajarkan langkahnya. Edgar berjalan dengan langkah lebar, mentang-mentang kakinya panjang.

Pintu lift terbuka, mereka masuk bersama, hanya ada mereka berdua di dalam jadi mereka leluasa berbicara.

"Ya udah, terserah lo. Terus sekarang mau lo apa?"

"Pura-pura jadi pacar gue di depan dia."

"Itu aja?" Edgar bertanya pasrah, sejujurnya ia enggan masuk dalam permainan kekanakan ini. Tapi apa boleh buat, kalau Alana yang memintanya ia bisa apa.

"Iya, tapi akting lo harus yang natural, ya?"

"Iya, gue ngerti. Eh, btw anak-anak ngajak kita ngumpul. Si Juki baru aja pulang."

"Oh, ya? Di mana?" Alana antusias mendengar rencana itu. Sudah tiga tahun mereka tak pernah hang out bersama, kabar terakhir yang telah ia terima, Juki berhasil mewujudkan impiannya mempunyai pacar bule.

"Di kafe rooftoop punya kakak dia. Besok malam."

"Wah, kayaknya gue nggak bisa. Bang Paul mau ngajak pacarnya ke rumah, mau ada makan-makan. Gue juga disuruh bunda ngundang lo." Alana kecewa acara mereka bertepatan dengan acara di rumah.

"Gimana kalau kita ngumpulnya di rumah lo aja? Nggak papa 'kan?"

"Nggak papa, bunda juga pasti seneng banget. Kita 'kan udah lama nggak ngumpul."

"Oke, nanti gue kabarin mereka."

Pintu lift terbuka, menghentikan percakapan mereka berdua tentang rencana kumpul-kumpul.

"Kerjaan lo udah kelar 'kan? Temenin gue nyari buku bisa?" tanya Alana.

"Bisalah, gue 'kan pacar siaga."

Saat berjalan bersisian di lobby mereka kembali berjumpa dengan Adrian. Sudah beberapa hari ini pria itu selalu menjemput Alana.

"Yah, dia lagi." Alana melirik ke arah Edgar.

"Udah siap akting?"

Teman Tapi Mupeng (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang