62

841 141 1
                                    

"Tentu saja bukan." Adrian bersedekap dan menyandarkan tubuhnya ke dinding lift. Ia memandangi Alana dengan pandangan mengintimidasi.

"Kenapa tadi buru-buru pergi?" selidik Adrian.

"Ada urusan." Alana mencoba bersikap santai.

"Aku udah tanya ke mentor kamu, katanya kamu pulang jam lima sore."

"Ya, biasanya jam segitu, tapi kadang telat juga, sih." Alana heran, mengapa Adrian sampai repot-repot bertanya pada mentornya, dokter Fajar.

"Nanti aku jemput."

"Bu-buat apa?" Alana terbata-bata karena terlampau kaget mendengar keputusan Adrian yang sepihak.

"Ada yang pingin aku omongin."

"Kenapa nggak sekarang aja?"

"Nanti aja, biar lebih leluasa."

"Mau ngomongin apa lagi sih, Mas? Kamu mau ngajakin aku balikan lagi? Aku udah capek tau nggak! Kamu 'tuh kayak plin-plan, putus nyambung terus. Aku bukan saklar yang bisa kamu on-off seenaknya. Aku juga punya perasaan, Mas. Coba kamu pikir, kalau diumpamakan pernikahan kita ini udah talak tiga, Mas. Lagipula aku udah nggak mikirin kisah cinta kita yang udah berlalu itu, lagian kamu udah punya istri ...." Alana berbicara tanpa henti, membuat Adrian pusing mendengarnya.

"Udah selesai ngomongnya?"

"Udah."

"Emang kapan aku bilang mau ngajak kamu balikan, sih? Lagian siapa bilang aku udah punya istri?"

Alana merasa malu karena dugaannya salah, ia merasa terlalu kepedean. Ia mengalihkan pandangannya dengan canggung.

"Cewek yang gelendotan sama kamu itu?"

"Dia itu ...."

"Udahlah, Mas. Kamu nggak usah ngejar-ngejar aku lagi. Kamu urusin aja pasangan kamu."

Alana segera berjalan ke luar setelah pintu lift terbuka. Adrian hanya tersenyum simpul melihat ulah Alana yang salah tingkah ketika bertemu dirinya.

***

"Tumben, kamu terlambat, Na?" Fajar, mentor Alana heran melihat kedatangan Alana. Biasanya gadis itu selalu datang lebih awal sebelum jam praktek di mulai.

"Maaf, Dok. Tadi di jalan macet." Alana merasa tak enak dengan Fajar. Gadis itu segera memulai mengerjakan tugasnya.

"Nggak papa, lagian belum ada pasien."

"Dok, aku boleh nanya?" Alana bertanya dengan hati-hati.

"Iya, nanya apa?" Fajar mengangkat kepalanya, ia menghentikan kegiatannya menulis notulen.

"Tadi ada orang yang nanyain aku, ya?"

"Adrian?"

"Dokter kenal dia?" Alana kaget karena Fajar menyebut nama Adrian dengan akrab, kelihatannya mereka saling mengenal dengan baik.

"Dia teman kuliah aku dulu." Fajar menjelaskan, seolah mengerti kebingungan Alana.

"Oh."

"Kamu kenal dia?" Fajar balik bertanya.

"Iya."

"Kalian pernah dekat?" Fajar mengangkat alisnya.

"Cuma kenal aja." Alana menjawab gugup.

"Yakin?" Fajar tersenyum menggoda Alana. Membuat Alana salah tingkah.

"Em, aku mau ke pantry, mau bikin kopi. Dokter mau sekalian aku buatin?"

"Boleh."

Alana segera berjalan menuju pantry. Saat mengaduk kopi ia terpikir sebuah ide brilian. Ia buru-buru menyelesaikan kegiatannya menyeduh kopi dan segera keluar dari pantry.

***

"Kopinya, Dok."

"Makasih, ya." Fajar segera minum kopi yang baru saja dibutakan Alana.

"Dok, soal ajakan nonton yang tempo hari apa masih berlaku?" Alana bertanya ragu-ragu.

Tempo hari Fajar pernah mengajaknya nonton film, tapi ia menolak. Bukannya ia tak merasa, mentornya itu sepertinya menyukainya.

"Masih, kamu mau kita nonton?" Fajar antusias mendengar pertanyaan Alana yang lebih seperti ajakan.

"Mau, Dok. Nanti pulangnya, ya?"

"Oke."

Alana seneng karena idenya untuk membalas Adrian akhirnya berhasil. Yah, walaupun harus memanfaatkan Fajar.

***

Dan seperti yang sudah direncanakan Alana, mereka bertemu Adrian di lobby. Pria itu baru saja hendak menjemput Alana.

"Mau jemput Nikita?" sapa Fajar. Nikita adalah wanita yang dikira Alana istrinya Adrian.

Adrian mengerutkan dahi melihat Alana yang berjalan bersisian dengan Fajar.

"Udah mau pulang?" Bukannya menjawab pertanyaan Fajar, Adrian malah balik bertanya.

"Kita mau nonton dulu, iya 'kan, Dok?" Alana bertanya dengan nada yang sengaja dibuat manja kepada Fajar. Adrian memandang tajam ke arah Alana.

"Iya, aku udah berkali-kali ngajak dia nonton, tapi dia nolak mulu. Nggak tau sekarang kok tiba-tiba mau, sepertinya hari ini rejeki aku." Fajar memandang tangan Alana yang terkait di lengannya sambil berseloroh.

"Kita berangkat sekarang aja ya, Dok. Keburu macet di jalan."

Fajar mengiyakan ajakan Alana, mereka pergi meninggalkan Adrian yang menatap kepergian mereka dengan pandangan datar.

***

Teman Tapi Mupeng (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang