"Mas, kamu apaan, sih? Katanya tadi ...." Alana menepuk keras tangan Adrian yang melingkar di perutnya. Mana seenaknya saja pria itu memarkir dagunya di pundak Alana, bikin geli saja. Ituloh pipinya yang kasar bekas dicukur.
"Bentar aja, sepuluh detik lagi." Adrian malah meminta injury time pada Alana, membuat gadis itu menghela nafas berat dan memutar bola mata malas. Kalau bundanya tau di sini dia main peluk-pelukan gini, besoknya pasti mereka dinikahkan.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh. Udah, lepasin." Setelah menghitung satu sampai sepuluh, Alana melepaskan secara paksa tangan Adrian.
"Tambah lima detik." Adrian masih menawar. Sebelum ia kembali mendekat, Alana segera berjalan meninggalkannya menuju dapur.
"Jangan aneh-aneh kamu, Mas."
"Bercanda."
"Dulu kamu nggak pernah gitu?" Alana merasa Adrian sekarang jadi lebih agresif dan mesum.
"Karena kamu dulu masih SMA, di bawah umur. Sekarang udah bolehlah." Adrian berbicara sambil tersenyum memamerkan deretan giginya yang rapi.
"Apaan? Nggak ada, ya!" Alana membulatkan mata mendengar candaan Adrian.
"Namanya juga becanda, tapi kalau boleh ya syukur."
"Mas!"
Alana memekik kesal sambil melempari Adrian dengan majalah yang ada di meja makan. Adrian berusaha menghindar, membuat Alana kesal. Ia baru berhenti setelah tak ada barang yang bisa dilempar lagi. Adrian dengan sabar memunguti majalah itu satu per satu.
"Mau dimasakin apa?" Adrian bertanya sambil membuka pintu kulkasnya, memeriksa bahan makanan apa yang bisa dimasaknya.
"Katanya capek? Kenapa nggak pesen aja, sih?" Alana ikut memeriksa isi kulkas Adrian, cukup lengkap. Sepertinya pria itu rajin berbelanja.
"Aku mau pamer, sekarang aku udah jago masak. Kamu harus cobain masakan aku sebelum balik ke Indonesia." Adrian berkata santai sambil mengambil sayuran.
"Kamu ngusir aku, Mas?" Alana membulatkan mata tak percaya, matanya sudah berkaca-kaca, Adrian jadi merasa bersalah dibuatnya.
"Kata Edgar ... Oh, maaf. Aku nggak bermaksud."
"Kamu seneng aku pergi?" Alana merebut sayuran yang dipegang oleh Adrian dan memukulkannya dengan kesal ke bahu pria itu, sampai daun sayuran itu berceceran ke lantai.
Adrian menahan tangan Alana, membuat gadis itu terdiam. Dengan canggung Alana melihat sekeliling, tampak lantai yang jadi kotor karena ulahnya.
"Aku lebih seneng kamu tinggal, tapi apa kamu mau?" tanya Adrian datar.
"Aku ...." Alana bingung mau menjawab apa. Adrian menghela nafas, maklum akan sikap Alana yang tak mungkin bisa menjawab pertanyaannya.
"Spaghetti atau salmon?" Adrian berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Dua-duanya."
Adrian mengambil kedua bahan yang diminta Alana. Ia melirik sebentar ke arah Alana sebelum menutup pintu kulkasnya.
"Mau bantu apa lihatin aja?" tanya Adrian.
"Lihatin aja."
"Oke."
Adrian menggulung lengan kemejanya sebatas siku juga memakai celemek hitam berlogo supermarket ternama di sini, mungkin didapatnya dari hadiah.
Kemudian ia segera mengeksekusi bahan makanan di depannya. Alana memperhatikan dari samping. Kenapa pria-pria tampak lebih seksi kalau sedang memasak? Meresahkan saja, gerutu Alana dalam hati.
Adrian mulai menumis bawang bombai yang sudah diirisnya, seketika tercium bau harum masakan. Membuat perut Alana merasa lapar mendadak.
Adrian menggerakkan spatula dengan luwes. Sesekali ia melirik ke arah Alana yang sedari tadi memperhatikan saja, tanpa ada niatan membantu. Dahi gadis itu sesekali berkerut, kadang ia juga menggelengkan kepala. Seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkan.
"Lagi mikir apa?"
Alana menghampiri Adrian, ia mengambil sebuah centong sayur, kemudian diarahkan ke mulut Adrian, bagai seorang reporter yang sedang melakukan wawancara.
"Mas, kenapa kamu ninggalin aku gitu aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Mupeng (Complete)
HumorNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.