3

2K 319 14
                                    

Edgar, Juki dan Cahyo sedang berjalan-jalan di mall. Mereka berencana mencari kado untuk gebetan Edgar, si Erika. Kado ciki yang kemarin urung diberikan karena ketinggalan di kelas. Keesokkan paginya ciki itu sudah dalam keadaan mengenaskan, entah manusia mana yang memangsanya.

"Gar, si Erika mau lo beliin apa?" tanya Cahyo, yang dengan pedenya ke mall mengunakan piyama dan sandal jepit saja, kalau mall ini punya moyangnya sih tidak masalah.

"Nggak tau, bingung gue." Edgar menjawab asal.

"Kan lo udah sering pacaran, masak lo nggak ada pengalaman ngasih kado cewek?" tanya Juki yang lebih gila, ia memakai kaos saringan tahu bergambar logo partai, kaos itu didapat dari pemilu tahun lalu.

"Seringnya sebelum 'tuh cewek dirgahayu, kita keburu udahan." Edgar berjalan menuju stand boneka. Sepertinya ia akan memberi boneka saja.

"Lingerie, gimana?" Juki menyeret Edgar ke  stand di samping stand boneka.

"Apaan 'tuh?"

"Ituloh underwear." Cahyo memperagakan dengan memegang dadanya sendiri, entah apa alasannya.

"Geblek lo! Ngapain lo ngasih gebetan gituan? Yang ada digamparin ampe bengkak pipi gue!" maki Edgar.

"Kemarin abang gue ngasih istrinya itu." Juki membela diri.

"Lain, Dodol!"

"Udah, kasih aja kaset KPop. Btw biasnya dia siapa?" saran Cahyo.

"Nggak tau gue yang gitu-gitu. Biasnya dia Kim Jong Un kali, ya?" Edgar menjawab malas.

Juki dan Cahyo heran, mana ada cewek yang menjadikan Kim Jong Un sebagai biasnya. Biasanya 'tuh Lucas NCT, Suho, Jung Kook.

"Parah lo, ini nggak tau, itu nggak tau, apa yang lo tau, sih?" cibir Juki.

"Em, Gaes. Gue ke toilet dulu, ya?" Edgar pamit ke toilet.

"Jangan lama." Juki berpesan.

"Pasti mau beol dia." Sahut Cahyo, masih bisa didengar Edgar.

"Brengsek!"

***

"Lan, ntar malem kita ngumpul, yuk?" ajak Juki saat mereka istirahat di kantin sekolah. Akhir-akhir ini mereka jarang kumpul bersama, biasanya seminggu sekali.

"Tapi, gue ...."

Edgar melihat gelagat Alana yang sepertinya ingin absen, pasti karena Gerald.

"Gue jemput jam 7." Edgar memutuskan sepihak. Ia kemudian berlalu dari kantin.

"Gar, oy! Gue belum bilang oke ...."

***

"Gue nggak bisa lama-lama, bentar lagi kak Gerald datang."

Akhirnya Alana setuju untuk ngumpul dengan gengnya di markas mereka, warung kopi depan kompleks. Hanya Alana seorang yang perempuan diantara banyak cowok. Maklum warung itu memang menjadi markas geng-geng motor dari sekolah lain.

Edgar merasa kurang senang melihat gelagat Alana yang sepertinya sedang tergesa-gesa, ia tampak setengah hati datang ke sini.

"Lan, lo naksir sama dia?" Edgar bertanya datar.

"Bukan urusan lo."

"Cari yang lain aja, jangan dia." Lagi-lagi Edgar ikut campur dengan masalahnya, Alana merasa kesal.

"Lo selalu gitu kalau gue deket sama cowok. Lo kenapa, sih? Apa segitu susahnya biarin gue seneng?"

"Maksud gue ...."

"Jangan campuri urusan gue, bisa?" potong Alana.

"Kita nggak mau lo sakit hati." Edgar mencoba memberi penjelasan kepada Alana dengan membawa-bawa nama Juki dan Cahyo. Kedua orang yang disebutnya itu malah enak-enakan makan mi instan, tampak tak mau ambil pusing dengan berdebatan Edgar dan Alana.

"Kita? Lo aja kali. Juki sama Cahyo nggak pernah 'tuh resek sama urusan percintaan gue." Alana menunjuk ke arah Juki dan Cahyo, kedua orang itu hanya memasang muka cengo menanggapi ucapan Alana.

"Gue nggak larang lo deket sama siapa aja, asal jangan dia, Lan."

"Kenapa?"

"Dia itu ...."

"Dia kenapa?"

"Argh, susah jelasinnya." Edgar tak mau memberi tahu Alana alasan ia menyuruhnya menjauhi Gerald.

"Bilang aja lo sirik sama gue 'kan? Lo nggak seneng liat gue seneng!" tuduh Alana.

"Nggak ada sahabat yang nggak seneng liat sahabatnya seneng. Kita berempat udah sahabatan dari kecil." Edgar berkata tulus. Diangguki Juki dan Cahyo.

"Bilang dulu alasannya, baru gue turutin saran lo!" tantang Alana.

"Percaya sama gue, dia nggak baik buat lo."

***

Teman Tapi Mupeng (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang