"Lan, kaki lo masih sakit?" Edgar jongkok dan memeriksa kaki Alana. Kebetulan Adrian lewat dan melirik ke arah mereka, Alana segera berdiri."Enggak, aw!"
Tiba-tiba Alana terjatuh karena posisi berdirinya yang kurang stabil. Edgar sigap menangkap pinggangnya. Alana segera menepis tangan Edgar, ia tak mau Adrian salah paham padanya.
"Lo kenapa, sih? Kaki lo masih sakit?" Edgar bertanya khawatir.
Alana mencoba menggerakkan kakinya, kok malah lebih sakit? Padahal semalam sudah mendingan.
"Ya udah, sini naik." Edgar berjongkok di depan Alana.
"Gue mau jalan aja, Gar." Alana menolak bantuan dari Edgar.
"Apaan? Bukannya kaki lo masih sakit? Kalau dipaksain jalan ntar kaki lo bisa bengkak. Kalau kaki lo diamputasi, gimana?" Edgar berkata berlebihan.
Tiba-tiba Edgar dipanggil oleh seorang anggota tim yang lain. Ia segera menghampiri orang itu dan meninggalkan Alana seorang diri.
"Gimana kalau saya gendong?" Adrian datang menawarkan bantuan. Alana jadi tersipu, membayangkan digendong Adrian disepanjang perjalanan membuat pipinya bersemu.
Adrian merasa aneh melihat tingkah Alana yang tersenyum seorang diri, ia menggerakkan telapak tangannya di depan muka Alana. Ia merasa khawatir sekaligus takut. Adrian takut Alana ketempelan setan gunung.
"Kamu nggak papa?"
"Nggak papa. Biar aku jalan aja." Alana malu karena ketangkap basah halu tidak jelas.
"Kelihatannya kaki kamu masih sakit. Apa mau ditandu hehe." Adrian tersenyum tampan, membuat Alana terpesona.
"Kamu bisa ketawa juga?"
"Bisalah, saya 'kan juga orang." Lagi-lagi Adrian tersenyum. Alana jadi berpikir sejak kejadian 'kunang-kunang' semalam cowok itu jadi sering tersenyum.
"Tapi, Edgar ...."
"Sama saya aja, kasihan teman kamu itu. Pasti dia masih kecapekan."
Alana berpikir, ada benarnya juga perkataan Adrian. Ia tak mau membuat pinggang Edgar patah karena kelelahan menggendongnya.
"Tapi ...."
"Ayo, buruan. Keburu kesiangan." Adrian berjongkok di depan Alana. Mau tidak mau Alana menuruti saran Adrian. Dari kejauhan Edgar memandang mereka berdua dengan perasaan hampa.
***
Adrian dan Alana berjalan paling belakang, ini permintaan Alana. Ia malu menjadi tontonan anggota tim yang lain kalau berjalan di depan.
Alana merasa canggung berada sedekat ini dengan Adrian. Ia bisa mencium bau parfum dan pomade cowok itu. Ia menghela nafas dalam-dalam, kesempatan langka. Kapan lagi coba? Ia merasa ini adalah wangi favoritnya mulai sekarang hehe. Padahal Adrian cuma memakai pomade dan parfum biasa, yang dibeli di swalayan.
"Aku berat, ya?"
"Lumayan."
Mendengar jawaban Adrian, wajah Alana memerah. Apa dirinya seberat itu? Setelah ini dia harus diet ketat.
"Aku turun aja, ya?"
"Nggak usah, tapi tolong kamu kendurin dikit tangan kamu di leher saya. Rasanya sesak."
"Eh, maaf."
Alana baru sadar kalau telah memeluk leher Adrian terlalu erat. Ish, memalukan. Ia jadi minder karena dadanya rata. Alana agak menjauhkan dadanya yang menempel di punggung Adrian. Ia takut jika Adrian bisa merasakan detak jantungnya.
"Kenapa diam aja, ngantuk?" Suasana agak canggung karena Alana diam saja.
"Nggak tau mau ngomong apa."
"Saya perhatikan kalau kamu sama ajudan kamu cerewet banget."
Alana kaget, jadi selama ini Adrian diam-diam memperhatikan dirinya. Memikirkannya membuat wajahnya memerah.
"Dia bukan ajudan aku, dia temen aku dari kecil. Temen aku yang paling baik."
Mendengar jawaban Alana, raut wajah Adrian sedikit berubah. Ia tersenyum hambar, tapi Alana tak dapat melihat senyuman itu.
"Yakin?"
Alana agak tersinggung karena merasa Adrian meledek persahabatan dirinya dan Edgar. Ia paling tidak suka kalau ada yang mencurigai ia dan Edgar ada hubungan spesial.
"Maksudnya?"
"Nggak, lupain aja." Adrian menganulir pertanyaannya.
"Kenapa suka naik gunung?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Mupeng (Complete)
HumorNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.