11

1.2K 213 17
                                    

"Monyet!"

Alana mengumpat kesal. Adrian tertawa santai mendengarnya, kemudian ia pergi meninggalkan Alana.

"Mana monyetnya, Lan?" Edgar muncul setelah membuat tenda untuk Alana.

"Udah kabur."

"Lo istirahat aja dulu, gue mau masak makanan buat lo. Ntar kalau udah mateng gue antar."

"Gendong!"

Alana mengulurkan tangannya. Edgar menggendongnya secara bridal menuju tenda. Adrian melihat adegan gendong menggendong itu dengan tatapan datar.

***

Malam hari acara diisi dengan api unggun dan bakar-bakaran. Edgar setia duduk di samping Alana. Ia juga menyampirkan jaketnya di pundak Alana. Semua itu tak lepas dari pengamatan Adrian.

"Gar, lo jangan nempel ke gue terus, bisa? Di sana 'kan masih banyak tempat."

"Emang kenapa, sih?"

"Ntar yang lain ngira kita pacaran." Alana teringat ledekan Adrian tadi sore.

"Ya biarin aja." Edgar menjawab santai. Sebenarnya Edgar tau kalau Alana takut Adrian salah paham padanya.

"Aw!"

Tiba-tiba Alana menampar pipi Edgar cukup keras. Membuat Edgar kaget dan refleks mengelus pipinya.

"Ada nyamuk di pipi lo." Alana menunjukkan seekor nyamuk yang sudah gepeng di telapak tangannya.

"Gar, gue mau jagung." Alana menunjuk anggota tim yang sedang asyik membakar jagung.

"Bentar gue bakarin." Edgar beranjak pergi dari sisi Alana. Cowok itu memang selalu patuh pada permintaan Alana. Pantas saja banyak yang menganggap dirinya kekasih bucin bagi Alana.

Tak berapa lama Edgar kembali dengan membawa dua jagung di tangannya. Ia menyerahkan salah satunya kepada Alana.

"Kok lo cepet banget bakarnya?" Alana menatap aneh pada jagung di tangannya.

"Kalau bisa cepet ngapain lama?" Edgar mulai memakan jagung miliknya.

"Itu masih mentah, Gar! Kalau lo mencret, gimana? Mana di sini nggak ada air. Lo mau boker di tanah kayak kucing?"

"Iya-iya! Sini, biar gue bakar ulang." Edgar pergi untuk membakar ulang jagungnya, remidi.

"Ambil."

Alana kaget karena tiba-tiba Adrian menyodorkan sebuah jagung padanya. Alana diam, tak berminat menyambut jagungnya.

"Gue nungguin Edgar aja."

"Kasihan temen kamu itu, udah bolak balik kayak kacung."

"Mulut lo kalau nggak bisa dibuat ngomong yang manis-manis, mending diem. Seperti kata pepatah diam adalah emas." Alana kesal karena Adrian berbicara seenaknya tentang Edgar.

"Saya orangnya lebih suka jujur walaupun pahit." Adrian meletakkan jagung di pangkuan Alana sebelum pergi.

"Aduh, panas!"

Alana segera mengambil jagung itu dan memakannya dengan kesal. Dari kejauhan Adrian melihatnya sambil tersenyum.

"Jagung dari mana?" Edgar kaget melihat Alana yang sudah makan jagung, mana tinggal separuh.

"Jatuh dari langit. Lagian nunggu lo kelamaan. Gue nyuruh lo bakar jagung, bukan menanam jagung di kebun kita."

Edgar menatap dua jagung malang di tangannya. Jagung itu lebih pantas disebut eksotis daripada hangus.

"Trus ini gimana?"

"Makan aja. Lo perlu banyak makan buat gendong gue besok."

***
Malam hari Alana tak dapat tidur, ia kebagian satu tenda dengan Stefi. Gadis itu tidur bak kuda lumping, Alana bosan ditendang kesana kemari. Ia takut kalau tenda ini roboh.

Alana mengumpat karena tiba-tiba ia merasa ingin buang air kecil. Ia ingin membangunkan Stefi, tapi sepertinya akan susah sekali.

Alana memutuskan menghampiri tenda Edgar, ia akan menyuruh Edgar untuk mengantarkannya.

Alana berdiri di depan tenda Edgar, ia mengendap-endap, takut membangunkan teman satu tenda Edgar.

"Sedang apa?"

Sebuah suara mengagetkannya, ia juga merasa seseorang menepuk pundaknya. Kemudian orang itu mengarahkan senter ke wajahnya.

"Kamu? Sedang apa malam-malam begini di depan tenda pria?" Adrian memicingkan mata karena curiga.

"Mau ... Mau ...." Alana kesulitan menjawab. Lidahnya terasa kelu karena dipandangi Adrian seperti itu.

"Pasti mau bertindak cabul."

"Cabul apa?" Alana tak terima dengan tuduhan Adrian.

"Pasti mau ngintip."

"Gue mau pipis. Gue kesini mau minta tolong Edgar buat anterin gue." Dengan malu-malu Alana mengatakan maksudnya.

"Kenapa nggak diantar temen setenda kamu?"

"Dia tidur, susah banget dibangunin. Gue rasa dia bangun kalau udah mendengar terompet sangkakala." Alana malah curhat kepada Adrian.

"Ikut saya."

"Ke mana?"

"Katanya mau buang air?"

Alana terpaksa mengikuti Adrian. Apa boleh buat, daripada ia pipis di celana. Untung saja ia hanya ingin buang air kecil, coba kalau buang air besar. Kan repot.

"Kaki kamu sepertinya udah nggak sakit?" Adrian mengamati kaki Alana.

"Siapa bilang, ini masih nyeri tau. Sakitnya kek orang lahiran." Alana berkata lebay.

"Kayak kamu pernah lahiran aja."

Setelah berjalan sebentar mereka sampai di sebuah semak-semak. Adrian memeriksanya sejenak.

"Udah aman, buruan!"

"Yakin mau pipis di situ?" Alana ragu untuk membuang hajat di situ, bagaimana kalau tiba-tiba ada ular yang menggigit pantatnya.

"Iya, kamu pikir di sini ada ponten umum?" jawab Adrian sinis. Ia tak habis pikir kenapa gadis manja ini sampai mengikutinya kemari.

"Lo nggak ngintip 'kan?"

Mendengar pertanyaan Alana, seketika Adrian mengetatkan rahangnya. Ia sangat benci wanita yang banyak bicara seperti Alana.

"Buruan pipis atau saya tinggalin." Ancam Adrian.

"Iya-iya."

"Bawa tisu 'kan?"

"Bawa."

"Ya udah, silahkan."

"Lo janji 'kan nggak akan ninggalin gue?" Alana masih saja mengulur waktu, membuat Adrian kesal sekali.

"Ayo cepat!"

Alana memberanikan diri menghampiri semak-semak itu. Adrian mengawasi dengan tidak sabar. Kemudian ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia kaget ketika mendengar Alana tiba-tiba berteriak.

"Mama!"












Teman Tapi Mupeng (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang