*54

2.4K 164 35
                                    

"Ya ampun Bii, ngapa si lo sampe bisa kaya gini ?" sedari tadi Caramel terus menanyakan hal yang sama.

"Santai aja Cara, ini bukan sesuatu hal yang besar." balas Bianca yang kesekian kali.

"Bukan santai santai sayaaaaaang ku, ini harus di obatin." sekarang Caramel meneliti lekat luka lutut Bianca yang terlihat parah menurutnya.

"Lebay banget tau gak lo? alay." hardik Mischa, khawatir boleh lebay jangan.

"Terserah lo mau beranggapan apa, yang penting Bianca harus di obatin dulu." ucap Caramel.

"Yu Bi, kita ke UKS aja." ajak Caramel dengan sedikit paksaan.

Bianca menggeleng ribut. "Udah ini masih jauh ke urat nadi."

"Masyaallah." ucap Mischa.

"Nah kan lo liat sendiri, yang kena nya juga kuat. Bacotan lo engga di butuhin di sini." entah kenapa hari ini  Mischa bertingkah kasar dan berbicara se ucapnya tanpa di fikirkan orang yang di tuju akan merasa sakit hati atau engga.

Brak

"Kasar banget si lo!"

"Lo engga mikirin gue sakit hati sama perkataan lo?!" sentak Caramel pada Mischa untuk kedua kalinya.

"Emang kenyataanya kan kalau lo itu lebay, Bianca aja terganggu sama sikap lo." ucap Mischa, berhasil mencuri perhatian teman sekelas.

"Gue perhatian ya sama Bianca, dari pada lo cuek banget jadi orang. Gak punya hati!" Caramel mengeluarkan semua tenaga, hanya untuk berdebat dengan Mischa.

Bianca berdiri di antara keduanya, akan berusaha menengahi perdebatan Mischa dan Caramel. "Kenapa jadi berantem?"

"Lagian aku engga apa apa, jadi kalian santai aja oke." Bianca berusaha menjelaskan dirinya baik baik saja, tidak ada yang perlu di khawatirkan.

Memasang senyuman manis, Bianca berharap kedua kawannya itu akan luluh. "Udah ya, ayo. Kalian harus baikan." ajak Bianca.

Terdengar helaan nafas dari Mischa, sedangkan Caramel menyugarkan rambut yang menutupi sebagian wajahnya.

"Cape tau Bi ngadepin dia." ucap Caramel jari telunjuknya menunjuk Mischa, lalu pergi meninggalkan kelas. Langkahnya yang di hentak kan memenuhi seluruh penjuru kelas kebetulan sedang terdiam semuanya.

Bianca sendiri menatap sendu kepergian Caramel, Mischa yang sedang sensitif dan Caramel yang ingin di mengerti.

"Ngapain lo! jadi pada diem? Gak berguna." suara Mischa menggunakan volume suara sedikit keras.

Seperti mendengar sebuah instruksi, suasana kelas kembali seperti sedia kala. Jarang jarang Mischa yang terkenal cuek itu berucap panjang lebar, biasanya Mischa akan lebih memilih mendiami dari pada menghadai. Mager katanya, buang waktu.

Tapi sekarang, Mischa membuat tercengang seisi kelas. Dulu saja sebelum Bianca masuk sebagai murid baru, Mischa hampir tak pernah mengobrol atau berbicara. Juga scandal terhadapnya membuat orang orang enggan berdekatan dengan Mischa.

Mischa kembali menghela nafas, Bianca sekarang tau kebiasaan Mischa kalau menghadapi masalah yang menurutnya tak penting tapi dapat mengganggu pikirannya pasti akan terus menghela nafas.

Kebiasaan Bianca sekarang kumat kembali, sedari tadi Mischa baru menyadari Bianca terus mencubit sebelah pipinya. Mischa menahan umpatan karena wajah Bianca yang tak bisa di kondisi kan.

"Udah cubit pipinya ?" tanya Mischa, kapan berakhirnya berbuatan Bianca itu.

"Belum." jawab Bianca polos, dirinya terlalu stress menghadapi setiap masalah yang timbul. Menjadi masalah adalah Bianca tak mengetahui apa apa, tapi si masalah itu tiba tiba membuatnya menjadi seorang tersangka atau tokoh utamanya.

MULINKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang