Ada fase dimana orang akan beroverthinking hal hal negatif mengenai orang yang dekat dengannya. Itu yang sekarang Bianca rasakan, setelah melihat noda itu. Dengan tidak sadar Bianca membandingkan dirinya dengan orang lain.
Muel seperti ini, pasti penyebab nya adalah dirinya. Apa yang telah Bianca lakukan sehingga Muel menjadi berani begini,
Apakah Bianca kurang perhatian?
Kurang cantik?
Kurang ada waktu untuk Muel?
Kurang dalam status?
Kurang kekayaan?
Kurang apaa??
Semua itu yang memenuhi otak Bianca, dirinya masih melamun memandang kosong pada noda berbentuk bibir. Sepertinya perempuan itu sangat menggoda Muel, terlihat dari warna nya yang pasti merah menggoda.
"Kenapa lo?" Muel menatap Bianca yang sedari tadi melamun.
"Aku engga apa apa, kalau gitu kan kamu udah di obatin, sekarang pulang, bersih bersih, ganti baju, terus istirahat. Aku duluan ya." Bianca terburu buru beranjak, dan berjalan menjauhi Muel ke arah rumahnya.
Jujur Bianca sudah tak bisa menahan air mata ini, bahkan sekarang mengalir membasahi pipi. Apa yang harus di lakukannya sekarang..
Grep
Lengan bisep Bianca tiba tiba di tarik, dan langkahnya berhenti. "Gue anter pulang." ucap Muel dingin dan datar, Bianca menunduk dalam mengusap kepalanya sendiri untuk membuat poni agar matanya yang mungkin sembab tidak terlihat.
"Cepet, jangan nolak." genggaman Muel berpindah ke telapak tangan Bianca, menarik ke mobil.
Bianca tak bisa menolak, masih sanggup atau tidak itu bagaimana nanti. Dan Bianca akan melakukan usaha terakhir, bila Muel akan terus saja seperti ini Bianca bisa apa.
Mobil Muel berhenti tepat di depan gerbang rumah Bianca, tangan lentik nya melepas pengaman.
"El, makasih ya."
"Hmm."
Bianca diam sebentar, bahkan sikap nya saja sudah berubah. Bianca teringat sesuatu, Dirinya mencari cari dalam saku.
Tanpa di sadari Bianca, semua pergerakan nya bahkan itu pergerakan kecil pun Muel memperhatikan dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Itu keringet nya." tak di sangka, Bianca memberikan sapu tangan untuk keringat Muel.
Segitu perhatiannya Bianca, dalam hal hal yang kecil seperti ini. Muel menatap wajah Bianca dengan sapu tangan bergantian, tak lama Muel menerimanya. "Makasih."
"Sekali lagi makasih banget ya, El." Bianca memiringkan kepalanya agar dapat melihat wajah Muel, yang sedari tadi menghadap depan.
Muel saja sudah tak mau melihat Bianca?
Baik, ini terasa bertambah sesak. Jalan apa yang akan di putuskan nanti kalau seperti ini, Bianca menggeleng pelan. "Pasti masih ada jalannya." batin nya.
"Semoga kamu sehat selalu." setelah mengucapkannya, Bianca keluar dari mobil Muel, memasuki pekarangan rumah.
Di dalam mobil, pandangan Muel terus mengikuti ke Bianca hingga tak terlihat lagi ketika pintu rumah tertutup.
Jelas Muel merasakan Bianca terasa bersikap aneh selama tadi di Mini market, Muel mengusap wajahnya kasar, lalu memijat pelan pangkal hidung.
Muel membutuhkan istirahat sekarang, di nyalakannya mobil tak lama melaju dengan kecepatan maksimal.
KAMU SEDANG MEMBACA
MULINKA [END]
Teen FictionMuel Albachtera Luth seorang remaja lelaki yang bersekolah di SMA Dirgantara. Diri nya cukup populer karena karena termasuk dalam jajaran lelaki tertampan di sekolah, tak hanya itu status nya menjadi ketua geng motor yang bernama RELANGGA menambah k...