BRAK!
"Astaga... Ga usah gebrak-gebrak meja gitu dong!" Revan mendecak ketika anaknya tiba-tiba mengamuk
"Ya coba aja papa pikir! Bisa-bisanya si sialan itu masuk ke basecamp aku?! Keamanan kita selalu ketat loh, pa... Maksudnya dia apa coba?!" Tanya Darren dengan sorot mata tajam dan tak terima.
Revan menghela nafasnya "Duduk dulu"
"Ga bis—"
"DUDUK!"
Mendengar Revan yang membentaknya, tentu saja Darren langsung menurut.
"Listen, kid. Lawan yang ada di depan kamu ini Marco... he's the craziest person who ever lived. Cara ngelawan orang gila bukan ikutan jadi gila... you have to be smart." Revan menatap Darren tajam.
"... Aku ga bisa diem aja kalo Dara yang jadi targetnya, Pa" Darren berseru lirih.
Revan menepuk kepala Darren tiga kali "Dia ga akan kenapa-napa"
"Papa sendiri yang bilang kan? Marco itu orang gila... Gimana bisa aku percaya sama omongan papa?" Tanya Darren dengan alis tertaut.
"Because you have me." Revan menatap putra semata wayangnya itu dengan tatapan teduh "Papa ga akan ngebiarin apapun atau siapapun nyakitin kamu, Dara, dan temen-temen kamu. I promise."
Darren menunduk "Papa tau aku ga pernah ngerasain takut selama hidup aku kan?"
Revan mengangguk.
"Tapi sekarang aku takut" Darren masih menatap permadani mahalnya itu.
"Look at me" Revan menepuk bahu Darren--meminta atensi "Manggala itu ga pernah takut apapun... kita cuma takut miskin. We're not even afraid of death. But your mom... She is afraid of such things. Dan itu tandanya, dari semua kebusukan Manggala yang tumbuh di diri kamu... You still have a little bit of purity in your heart."
"Is it a good thing?"
"Of course. Manusia tanpa kemurnian hati itu hidupnya ga akan lama. Liat aja tuh Buana, matinya cepet banget kan?" Revan mengangkat alisnya.
Darren mengangguk paham.
"Kamu tau kenapa papa ga takut mati?" Tanya Revan.
"... No. Why?"
"Karena menurut papa, mati itu kayak garis finish. Justru papa lebih ga suka ditinggal mati. Mereka sih enak... Tinggal diajak ngeliat surga sama neraka, lah papa? Rasa nyesel, sedih, bingung semua dicampur jadi satu dan harus papa rasain di waktu yang ga tentu..." Ucap Revan lagi "Itulah kenapa papa akan ngelakuin segala hal buat kamu. Papa ga mau ditinggal mati sama kamu, mending papa duluan"
"Mama kalo denger, papa bisa dilempar panci tau ga?" Darren mendesis.
Revan terkekeh "Udah. Urusan Marco, biar papa yang urus. Kamu fokus belajar aja"
"... Okay"
"Sekarang mending kita makan deh, mama kamu pasti nyariin" Revan bangkit dari duduknya dan langsung keluar dari ruang kerjanya.
Darren mengekor, kemudian mereka berkumpul di ruang makan.
"Kamu Minggu depan udah mulai kuliah lagi kan?" Tanya Shasha.
Darren mengangguk "Bakal mulai sibuk lagi sih kayaknya"
"Gapapa, asal jangan lupa vitaminnya di minum. Papa juga!" Shasha kemudian melirik Revan.
"Papa tuh minum terus tau! Sampe pasang alarm!" Revan berseru tak terima.
"Dipikir mama ga tau, hm? Vitamin papa tuh masih utuh kan? Baru minum berapa? Dua?" Shasha mendesis.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Home [END]
Fanfiction[Ineffable Universe Phase 2] "it's gonna be a hell of trouble..." "But trouble never been this fun" ------------------------------------------------------------ Permasalahan yang menimpa 5 sekawan belum juga berakhir. Walaupun ada yang bilang mereka...