Matt menatap map coklat di atas meja dengan tatapan curiga. Terlebih mengetahui bahwa ayahnya baru saja bertemu dengan budhe nya beberapa hari yang lalu.
Fikiran Matt benar-benar buruk.
"Kamu masih mau jadi astronot?" Tanya Jingga pada anak bungsunya.
Matt terdiam.
Itu mimpinya dari kecil.
Tetapi ayahnya meminta agar dia menjadi dokter saja, dan Matt setuju. Karena menjadi astronot bukanlah hal yang mudah.
Namun sekarang Jingga tiba-tiba setuju dengan cita-citanya. Sungguh. Matt makin curiga.
"Aku fine fine aja jadi dokter kok, yah" jawab Matt.
"Tapi mimpi kamu bukan itu kan?"
Matt tidak bisa menjawab.
"Ini. Ayah udah urus semuanya. Kamu bisa kuliah di Amerika. Kamu bisa jadi astronot." Ucap Jingga lagi.
Matt menatap map tersebut dalam diam "... Kenapa tiba-tiba, yah?"
"Ayah rasa kamu udah cukup dewasa buat nentuin jalan kamu sendiri. Kalau kamu emang mau jadi astronot... Silahkan. Ayah akan bantu semampu ayah." Jingga mengerdikkan bahunya.
Matt cukup pintar, jadi ia tidak langsung percaya dengan kata-kata ayahnya.
"Aku mau jadi dokter aja." Matt akhirnya memutuskan.
Jingga menarik nafas dan menegakkan duduknya. Oke. Matt tau bahwa rencana ayahnya tidak sejalan dengan realita.
"Why?"
"Karena ternyata jadi dokter ga seburuk itu" Matt mengerdikkan bahunya "Ayah sendiri... Kenapa kayaknya pengen banget aku kuliah di luar negri?"
"Ayah udah bilang—"
"Maaf, Yah sebelumnya. Tapi bisa kan ayah jujur? Alasan sebenarnya kenapa ayah mau aku kuliah di luar negri? Gara-gara budhe Indah ya? Dia ngomong apa aja sampe ayah buru-buru ambil tindakan gini?" Tanya Matt yang mencecar Jingga dengan beragam pertanyaan.
"... She's not good for you." Ucap Jingga akhirnya.
"I knew it. Pasti soal Magda." Matt menghela nafas pendek.
"Gimana bisa kamu pacaran sama orang kayak gitu sih, Matt?"
"Orang kayak gitu? Maksudnya apa ya, yah?" Tanya Matt dengan alis terangkat.
"Ya kayak gitu! Urakan! Dia perempuan tapi ngerokok, kerjaannya berantem... Kamu sadar ga sih kamu lagi pacaran sama preman sekarang?" Tanya Jingga balik.
Matt menggeleng "Engga tuh. Aku ga pacaran sama preman. Aku pacaran sama Magdalena Adiwijaya. Siswi nomor satu di jurusannya. Orang yang pernah ngalahin aku di pelajaran matematika. Orang yang bisa ngehibur aku di tengah semua ke-kaku-an yang aku rasain selama 19 tahun aku hidup!"
Jingga memicingkan matanya saat mendengarkan anaknya ini berbicara.
"Kalau menurut ayah sifatnya ga bisa diterima, aku memaklumi. Dan aku juga ga mencoba menormalisasi itu. Tapi kalo ayah sampe ngelakuin hal sejauh ini cuma biar aku ga deket-deket Magda lagi... Aku ga bisa. Ayahku ga pernah ngelakuin hal murah untuk dapetin apa yang dia mau." Matt menatap ayahnya dengan nanar.
"Matthew! Ayah ngelakuin ini buat kamu!"
"Engga. Ini semua buat ayah. Ayah ga mau kalau orang-orang tau menantu Danendra kelakuannya kayak gitu... Kenapa? Udah terinfeksi virus budhe Indah?"
"MATTHEW! Jaga ya bicara kamu!"
Matt sedikit takut karena ia memang sangat menghormati Jingga di atas segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Home [END]
Fanfiction[Ineffable Universe Phase 2] "it's gonna be a hell of trouble..." "But trouble never been this fun" ------------------------------------------------------------ Permasalahan yang menimpa 5 sekawan belum juga berakhir. Walaupun ada yang bilang mereka...