38.

747 77 9
                                    

"Aaaaa." Teriak Tamara dengan nafas memburunya, keringat membasahi dahi dan lehernya.

Tamara menatap seluruh ruangan bercat putih itu seketika ia menghela nafas kasarnya.

"Hanya mimpi buruk ternyata." Ucap Tamara mengusap wajahnya kasar.

"Tamara!! Ada apa!! Kenapa teriak-teriak!!." Pintu ruangan Tamara terbuka dengan kencang yang membuat Tamara lagi-lagi mengelus dadanya terkejut.

"Soo Yeon! Bisa buka pintunya perlahan? kau hampir saja membunuhku!." Sarkas Tamara.

"Hehe maaf, aku abisnya kaget mendengar suara teriakan kamu, aku pikir ada sesuatu yang terjadi di sini, apa kamu baik-baik saja?."

Tamara mengangguk,"Iyah, aku hanya ketiduran lalu bermimpi buruk saja, aku tidak apa-apa."

"Aigo, kau pasti kelelahan seharian bekerja, pulang saja lagi pula ini sudah lewat dari jam kerja mu."

"Jam berapa sekarang?."

"Jam sepuluh malam." Ucap Soo Yeon melihat jam tangan berwarna pink miliknya itu.

"Apa?! Jam sepuluh malam?! Astaga, berapa lama aku tertidur, aish, pasti bibi mengkhawatirkan ku sekarang."

"Yaa! Tenanglah, aku yakin kalo kamu menjelaskan nya nanti dia pasti akan mengerti, lebih baik sekarang pulang saja, biar aku pesankan taksi untukmu."

"Baiklah, terimakasih Soo Yeon."

"Sama-sama, aku senang membantumu."

"Apa kamu tidak pulang?."

"Setengah jam lagi aku pulang, ada beberapa hal yang harus aku kerjakan sebelum pulang."

"Ya sudah kalo gitu, aku pulang duluan ya, kamu hati-hati di sini."

"Baiklah." Ucap Soo Yeon.

Tamara mengemasi barang-barang miliknya sebelum keluar ia berpamitan kepada Soo Yeon terlebih dahulu, di koridor rumah sakit memang sudah sunyi dan hanya ada beberapa pengunjung yang berada di rumah sakit untuk menjaga kerabat mereka, di halaman depan rumah sakit taksi pesanan Soo Yeon pun datang sontak Tamara langsung masuk ke dalam taksi untuk pulang.

Di dalam taksi, tamara menatap kearah luar jendela menikmati pemandangan gedung-gedung tinggi dengan lampu-lampu cantik yang menyalah menyinari jalanan kota Seoul, dalam diam nya pikiran nya memikirkan mimpi yang baru saja terjadi.

"Anak pembunuh harus mati"

"Haha sudah waktunya untukku membalas semua yang terjadi karena si pembunuh itu! Sudah seharusnya, kamu membalas semua yang sudah dilakukan oleh ayah mu, nona"

"Anak pembunuh dan papa? Apa mimpi buruk tadi ada sangkut pautnya dengan mendiang papa?." Ujar Tamara dalam hati.

"Sebenernya siapa papa? Kenapa banyak sekali hal aneh yang membuatku selalu bertanya-tanya tentang siapa papa sebenarnya."

Tamara menghela nafas beratnya ketika ia merasa kembalinya ia ke Seoul membuatnya merasa lebih banyak beban dan juga pertanyaan yang sampai sekarang masih belum terjawab.

Bibi Han terus mondar-mandir di depan pintu masuk menunggu Tamara pulang, raut wajahnya begitu khawatir melihat anak majikannya yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri belum juga pulang ke rumah.

"Kemana non tamara, kenapa belum juga pulang ke rumah." Ujarnya.

"Terimakasih ya pak." Bibi Han yang mendengar suara Tamara dari depan gerbang pun menatap kearah gerbang.

Saat pintu gerbang terbuka Tamara melangkah masuk dengan tersenyum simpul ke arah bibi han.

"Non, akhirnya pulang juga, bibi khawatir tau non." Ucap bibi Han.

MAFIA • Haruto Watanabe [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang