Siangnya— setelah jalan sehat berakhir— aku dan beberapa temanku yaitu Novi, Maura, dan Jihan memutuskan untuk makan siang bersama di teras gedung A karena sudah tidak ada lagi meja kosong di kafetaria. Kami yang hendak memakan makan siang yang berupa ayam goreng krispi lantas menghentikan aktivitas begitu melihat Kak Ace mendekat. Dan aku langsung salah fokus dengan dua kotak makanan yang ia bawa meski tiap anak harusnya hanya mendapatkan satu saja.
"Loh kalian duduk disini?" Tanya Kak Ace yang tentu membuatku mengerutkan kedua alisku.
"Iya, Kak. Tempatnya kosong jadi kami duduk sini," jelasku.
"Apa Kak Ace tadi mau duduk di sini?" Tanya Novi membuat lelaki itu bingung menjawab karena merasa tidak enak.
"Iya sih. Tapi kalau mau kalian pakai gakpapa. Biar aku cari tempat lain," ucap Kak Ace seraya mengambil tasnya yang ternyata ia taruh dibalik tong sampah, dimana tempat itu tak terjamah oleh pengelihatan kami saat datang.
Merasa tak enak, kami pun menggeleng, berupaya menahan pergerakan Kak Ace, "Gak usah, Kak. Mungkin biar kami aja yang pindah, soalnya kakak yang duduk di sini duluanㅡ"
"Udah, udah, mendingan kita sama-sama duduk di sini aja, gimana?" Tawarnya yang langsung disetujui oleh kami berempat.
Ia duduk di samping kananku yang kosong seraya meletakkan tas biru tua itu di sisinya. Ia yang sebelumnya membawa dua porsi untuk makan siang lantas memasang wajah kecewa ketika membuka isinya.
"Yah, paha bawah ternyata. Untung ambil dua," keluhnya. Memang akan kurang mengenyangkan karena ternyata semua orang harus mendapatkan paha bawah.
Novi, Maura, dan Jihan yang merupakan teman satu SMA, sering mengobrolkan hal-hal yang tidak ku pahami, membuatku kadang hanya mendengarkan sesekali tanpa ada ide untuk menanggapi. Sedangkan posisiku yang paling pojok dan duduknya bersebelahan dengan Kak Ace membuatnya sedikit paham dengan kondisi tersebut dan berulang kali membuka obrolan diantara kami berdua.
"Kamu jurusan fotografi ya?"
Aku mengangguk seraya menggunyah makananku, "Iya Kak." Kini aku tidak akan kembali salah paham dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu karena sampai saat ini aku masih mengenakan name tag didada.
"Keren. Itu jurusan baru gak sih?" Tanya Kak Ace membuatku mengangguk sekali lagi, "Kamu lebih suka foto pemandangan atau apa gitu?"
"Uhm, bisa jadi sih, Kak. Tapi aku lebih suka fotoin jalanan gitu."
"Kalau manusia?"
"Jarang, Kak."
"Kenapa?"
Aku berpikir keras, "Apa ya ... mungkin karena manusia selalu berubah-ubah."
Kak Ace mengulum senyum, "Kita kebalikan. Bagiku manusia itu objek sempurna untuk dijadikan sumber imajinasi. Bayangin aja, tiap manusia punya sisi kehidupan yang berbeda begitu pula dengan interaksi mereka di lingkungan sekitar. Menurutku itu menarik sih."
"Wow, aku gak pernah kepikiran sampai situ," ucapanku sedikit membuatnya tersipu. "Kalau kakak jurusan seni rupa ya?"
"Yup."
"Berarti kakak sering dapetin imajinasi gitu dong? Aku dengar-dengar anak seni rupa banyak yang ambis dan kreatif."
Kak Ace tergelak, "Hahahaha, kamu lucu banget. Itu survey darimana coba. Tapi bisa jadi sih, banyak yang rajin di angkatanku, dan tentu aku gak termasuk ya. Bahkan kadang aku kesulitan untuk dapetin imajinasi. Payah kan?"
"Eh, enggak kok, Kak. Kadang aku juga gitu. Bisa masuk Pelita Jaya aja bersyukur banget."
"Sama sih, aku juga gak nyangka bisa masuk sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
if only,
RomanceKeira bertemu dengannya Agustus lalu, saat hari pertama ospek fakultas dilaksanakan. Semula yang terasa hanyalah percikan, bisa terabai. Tapi bagaimana ia bertutur dan berperilaku, pada akhirnya Keira merasa jatuh. Meski selama itu, tiada kata pasti...