Tidak banyak yang terjadi setelah hal memalukan yang terjadi kemarin malam. Selepas ia mandi dan mengeringkan rambut, aku langsung meminta pulang karena Mama sudah menanyai keberadaanku lewat pesan. Selama perjalanan kami pun mengobrol banyak dan diselingi tawa pada candaan-candaan ringan yang dilontarkan.
"Dingin banget," celetukku seraya merapatkan kedua sisi jaketku yang terbuka akibat diterpa angin malam yang begitu heboh.
"Tumben banget ya, biasanya Tanjung tetep panas walaupun malem."
"Mungkin mau pergantian mu— hatchi! Hatchi!" Hidung yang mulai gatal karena alergi pada rendahnya suhu sekitar membuatku refleks bersin-bersin.
"Eh, kamu kenapa? Flu?"
Aku menggeleng di balik punggungnya, "Enggak, Kak. Ini gara-gara alergi dingin, udah biasa kok."
"Oalah kamu juga alergi dingin. Emang kamu punya berapa alergi sih?"
"Banyak, ada 20 pas aku SD."
"Buset banyak banget."
Bisa terlihat dari pantulan kaca spion bahwa ia menunjukkan ekspreksi terkejut yang begitu menggelikan.
"Iya makanya dulu aku gampang sakit-sakitan. Terus rajin terapi dan kayaknya sekarang tinggal 5 alergi yang belum diterapi gitu."
"Emang alerginya apa aja tuh?"
"Uhm, aku alergi makan ayam, telur, susu sapi. Terus gak bisa terpapar lama-lama sama debu, bulu kucing, asap rokok, dan masih banyak lagi."
Kak Ace mengangguk-angguk paham. Kemudian ia kembali berbicara, "Aku juga punya alergi banyak, sama kayak kamu."
Aku terhenyak, "Hah serius? Alergi apa aja Kak?"
"Iya, aku juga alergi makan ayam, telur, semua jenis daging-dagingan, air."
Aku spontan mengerutkan kening heran. Pasalnya yang ia sebutkan adalah macam-macam lauk yang umum dimakan oleh manusia. Jika ia alergi itu semua, maka bagaimana ia bisa bertahan meski memiliki pantangan untuk memakannya? Apakah ia puasa makan protein atau bagaimana?
"Loh? Terus kalau kayak gitu, kakak pakai lauk apa dong kalau makan? Masa air juga alergi sih? Kak Ace bohong kan?"
Wajahnya sama sekali tidak memancarkan kebohongan, seolah-olah ia sangat serius dengan apa yang ucapkan, "Lah beneran, aku tuh alergi sama daging ayam, daging sapi, telur, air— yang belum dimasak alias masih mentah."
Aku sempat kebingungan selama sepersekian detik sampai membuat lelaki itu tertawa seraya berkomentar, "Yah lemotnya kambuh."
Barulah ketika menyadari maksud dibalik kalimat itu, aku tergelak tak berhenti.
"Hahahaha, pantes aja aku tuh ngebatin, kenapa Kak Ace bisa alergi ayam, padahal pas ospek pernah makan ayam goreng sampai dua porsi!"
"Telat banget ketawanya."
Ia berusaha mengejekku karena merasa konyol dengan apa yang telah terjadi barusan. Kami pun tenggelam dalam tawa yang begitu renyah selama perjalanan pulang kembali ke rumahku. Hingga tiba, aku pun memintanya untuk langsung pulang saja karena sudah sangat malam. Lagipula perjalanan untuk mencapai rumahku terbilang tidak mudah karena harus melewati jalanan curam yang diapit oleh hutan.
"Yaudah, aku titip salam buat Mama ya."
"Iya nanti aku sampaikan kok. Sana pulang Kak, hati-hati ya."
Aku pun memasuki rumah dengan perasaan hati yang normal. Begitu pula saat Mama menyambutku dan menyuruhku untuk makan pulang. Setelah menyelesaikan semua kegiatan beres-beres sebelum tidur, seperti mandi, cuci muka dan lain-lain, aku pun merebahkan diri diatas kasur seraya memainkan ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
if only,
RomanceKeira bertemu dengannya Agustus lalu, saat hari pertama ospek fakultas dilaksanakan. Semula yang terasa hanyalah percikan, bisa terabai. Tapi bagaimana ia bertutur dan berperilaku, pada akhirnya Keira merasa jatuh. Meski selama itu, tiada kata pasti...