you didn't say that i'm beautiful

31 9 0
                                    

"Kak, mungkin bisa masuk duluan."

Aku menunjuk ke arah gelapnya goa dibelakang punggungnya. Dan saat genggaman itu mulai luntur, aku buru-buru mengambil kesempatan, menarik tanganku hingga terlepas dari jemarinya. Sedangkan ia hanya mengangguk pelan.

"Oke, jangan lepas dari punggungku."

Kemudian ia mengambil langkah menapaki bebatuan terkikis pada goa itu. Tubuhnya yang tinggi lenyap dibalik pekatnya bayangan goa yang tak bercahaya. Saat sudah beberapa langkah mendahului, tiada sosok yang ku sadari dari ambang pintu goa, ia hilang. Gema tetesan air dari dalam membuatku kembali ragu, hingga suaranya menyeruak.

"Kei, buruan sini."

"Iya, iya."

Aku memberanikan diri untuk menggerakkan kedua tungkaiku masuk ke dalam goa. Saat sudah beberapa meter di sana, ada secercah cahaya dari ponsel Kak Ace hingga membuatku menyadari keberadaannya. Ia berdiri tak jauh dari posisiku, tengah mengedaran pandangan ke sekitar dengan raut serius.

"Gak ada apa-apa deh kayaknya."

Aku berusaha meraba tanah di sana yang berupa bebatuan yang telah terkikis. Bentuknya tak beraturan membuatku nyaris tersandung beberapa kali jika lengah sedikit.

"Hati-hati, banyak batu di sini."

Ia menyadari aku yang bersusah payah menghampirinya. Saat aku tiba, ia langsung menyenteri jalanan di depannya. Lorongnya kosong, gelap dan lembab, serta langit-langitnya yang tak terlalu tinggi. Kak Ace melangkah terlebih dahulu, menyisir jalanan goa yang terus membawa kami lurus ke depan. Hingga buntu, atau lebih tepatnya, ada dua jalur bercabang yang sangat kecil. Mustahil jika dilewati orang.

"Yah, cuma segini doang?"

Suara pelan Kak Ace mampu terdengar dua kali lipat nyaringnya. Aku yang melangkah perlahan dibelakangnya, berusaha menyusul, hanya tersenyum tipis.

"Emang berharap ada apaan? Harta karun?" Ucapku bercanda.

Tepat setelah mengucapkan hal tersebut, aku lengah. Tak sengaja tersandung batu besar membuatku terhuyung ke depan. Tapi setelah membuka mata pada detik selanjutnya, ku tarik helaan napas lega saat tersadar bahwa aku tidak jadi babak belur diatas bebatuan cadas pada alas goa. Hal itu karena aku yang berhasil menggenggam erat tas besar milik Kak Ace yang berada tak jauh di hadapanku. Untung refleks lelaki itu bagus, ia langsung bisa menahan meski bahunya menjadi tumpuan utama.

"Maaf Kak!"

Aku segera melepas genggamanku. Sedangkan ia membantuku berdiri saat terhuyung.

"Kamu gakpapa?"

Aku tidak bisa melihat rautnya saat itu karena gelap. Tapi jika bedasarkan suara, nadanya amat merasa khawatir hingga membuatku kacau balau.

"G-Gakpapa Kak."

"Astaga, makanya pegangan tanganku biar kamu gak salah langkah. Kakimu gimana? Ada luka? Keseleo?"

Aku langsung menggeleng, "Enggak Kak. Serius aku gakpapa."

Yaampun, rasa maluku sudah berada diujung kepala. Lagipula kenapa sih harus ada batu sebesar itu di depan kaki kananku?

"Gimana kalau keluar sekarang Kak? Soalnya udah gak ada apa-apa."

Ia mengangguk diantara samarnya cahaya dari senter ponselnya. Dan tanpa basa-basi lagi, aku berjalan memimpin. Dengan jemari sibuk menekan fitur senter pada ponsel. Kemudian ku sorotkan cahayanya ke hadapanku, yang mana langsung melemahkan pekat. Tanpa ku sadari, berkat penyesalan dan rasa malu yang terus menekan isi kepalaku, langkahku menjadi amat cepat. Antara ingin cepat-cepat meninggalkan goa yang lembab dan tak ingin mengetahui ekspresi Kak Ace tentang aku yang dengan cerobohnya terjatuh saat di dalam sana.

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang