he didn't do anything surprising

19 4 10
                                    

Aku bangun dalam kondisi tanpa mengantuk, tidak seperti biasanya. Bahkan alarm berdering 10 menit setelahnya, di saat aku tengah melamun dalam posisi duduk di pinggir ranjang. Bukan merasa tak enak badan, juga bukan akibat bermimpi buruk juga. Tapi otakku dengan begitu banyak pikiran ini seolah sengaja membangunkanku untuk lanjut mencerna kejadian kemarin malam yang bahkan belum bisa aku telan begitu saja.

Semuanya masih terasa terlalu cepat dan mendadak. Aku benar-benar pasrah dan getir saat mengingatnya kembali. Meski tidak menyangka Kak Ace akan berbuat seperti itu kepadaku, namun yang telah terjadi ternyata memanglah sebuah kebenaran. Ia sejahat apa yang telah Ann dan Natalie jelaskan sebelumnya. Dan aku menjadi malu sendiri karena telah mengabaikan segala peringatan itu seraya menutup telinga.

"Shit," umpatku seraya mengacak rambut sebal.

Di waktu yang bersamaan, ponselku berdering tanda telpon masuk. Dengan gerakan malas, aku mengambil ponselku dan mengecek nama yang terpampang di sana. Siapa sih yang menelponku jam 5 pagi seperti ini?

Melihat nama Luvia membuatku tertegun sesaat dan berujung menekan tombol hijau di sana.

"Halo?"

"Kei, udah bangun?"

"Iya, kenapa?"

"Ikut gue, yuk!"

"Hah? Kemana?"

"Jogging."

Dan tawarannya itu langsung membuatku tertarik. Bukankah olahraga adalah kegiatan yang paling tepat untuk mengalihkan semua penat dikepala?

"Boleh," ucapku tanpa berlama-lama lagi.

"Tumben. Yaudah ke kos gue ya. Rute-nya dari kos gue sampai ke daerah FK."

"Oke, jam berapa?"

"Jam 7 mulai jogging, gimana?"

"Oke, gue ke sana jam setengah 7."

Itulah awal mula kenapa aku bisa berakhir melakukan jogging melewati beberapa fakultas Unpelya pagi hari ini. Titik awalnya adalah kos Luvia yang posisinya tidak terlalu jauh dari pintu masuk kampus bagian timur. Lalu kami berjalan melalui stadion kampus, dan kemudian berhasil menembus hingga ke perumahan warga sekaligus dekat dengan area Fakultas Pertanian dan Peternakan. Setelahnya kami melanjutkan jogging di pinggir jalan raya menuju ke arah Fakultas Kedokteran dan berakhir berhenti di samping halte bus yang sepi.

Aku yang kelelahan langsung duduk di atas trotoar seraya menyeka keringat yang berucuran. Begitu juga dengan Luvia yang melakukan hal serupa di sampingku.

"Gila, panas banget padahal masih pagi."

"Mana gue lupa bawa minum," keluhku menyesal.

"Nih, ambil punya gue," tawar Luvia yang aku balas dengan gelengan.

"Enggak ah. Masih kuat kok sampai nanti balik." Pasalnya aku tidak enak kepada Luvia. Ia hanya membawa botol kecil dengan sedikit air. Pasti ia membutuhkan minum itu.

"Dih, awas aja kalau lo pingsan. Gak akan gue bantu," timpalnya bercanda.

"Santai," ucapku seraya terkekeh.

Kemudian kami mulai mengeluarkan ponsel masing-masing dari balik kantung celana.

"Minggu depan udah mulai ospek jurusan ya," ujarku saat melihat grup kelas yang membahas hal tersebut.

Luvia menghela napas, "Serem gak ya ospeknya?"

Aku mengendikkan bahu dengan pandangan masih fokus pada layar ponsel, "Gak tau. Tapi kita kan jurusan seni, bukan teknik."

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang