i didn't feel guilty

22 6 0
                                    

Perasaan bersalah baru muncul ketika mata kuliah siang hari hampir selesai. Hal itu dipicu dengan curhatan Luvia yang mengeluh karena pesannya tidak dibalas oleh teman laki-laki kenalannya saat ospek yang berasal dari jurusan desain produk.

"Gak sopan banget, dia gak bales chat gue dari semalem masa? Dipikir keren kali ya nge-ghosting gue?"

Itulah kalimat yang mampu menusuk rasa egoisku yang sebelumnya menganggap bahwa apa yang ku lakukan adalah benar. Ditambah saat mengecek isi notifikasi tanpa ada nama Kak Ace di sana membuatku justru merasa sepi. Biasanya laki-laki itu suka mengirimiku meme lucu disela-sela waktu pelajaran berlangsung. Membuatku menyelipkan senyum diantara penatnya suasana sekitar akibat dosen galak yang tiada ampun memberi tugas meski baru semester awal.

Aku pun memutuskan untuk membaca pesan terakhir Kak Ace dan membalasnya meski sudah selang berjam-jam lamanya.

Keira: Maaf Kak baru bales
Keira: Aku ada kelas sampai sore

Tapi dia tidak membalasnya sampai kelas usai. Dan aku hanya mampu menatap isi roomchat kami dengan raut cemas saat berjalan keluar gedung. Namun perasaan yang semula hampa pun berubah dalam sekejap saat hendak melewati taman besar di fakultas dengan hiasan patung bersayap besi yang pernah ku perhatikan saat ospek dulu. Pada salah satu meja taman di sana, ada Kak Ace dengan teman-temannya tengah mengobrol sesuatu hingga terbahak-bahak.

Aku refleks panik. Tentu saja keberadaannya saat ini adalah lokasi yang harus ku hindari. Enggan merasakan rasa canggung ini terlalu lama membuat otakku terus memikirkan jalan keluar lain supaya tidak harus berpas-pasan dengan orang itu. Dan dalam gerakan yang tiba-tiba, aku menghentikan langkah serta membalikkan badan.

"Mau kemana lo? Kok balik?"

Aku yang memiliki niat hendak memutar rute perjalanan untuk ke gedung C, malah ditahan dengan pertanyaan temanku.

"Uhm, itu...."

Saat kehilangan ide untuk menjawab, barulah aku sadar bahwa tingkahku barusan sangatlah memalukan. Betapa tak dewasanya menghindar dari masalah yang ku buat sendiri? Sisi terbodoh yang membuatku merutuki didalam hati. Aku lantas mengurungkan niat tersebut dan kembali melangkah mendekat ke sisi Luvia dan Salsa.

"Tiba-tiba gue ngerasa mau ke toilet, jadi mau balik gitu niatnya."

"Ke toilet mulu lo, beser?" Celetuk Luvia.

"Di gedung C kan juga ada, ngapain balik lagi? Udah mau deket kali. Yuk."

Aku tak menjawab saat Salsa menarik lenganku agar bisa berjalan beriringan dengan mereka. Jantungku terus berdegub tak normal saat mulai menginjak lahan pada taman. Ada apa sih denganku? Padahal hanya melewati gerombolan senior, namun rasanya seperti berusaha menghindari hewan reptil yang hendak menerkam diriku di tempat. Aku terus menyembunyikan diri disela-sela tubuh teman-temanku seraya mengecek situasi dan kondisi sesekali. Melihat Kak Ace yang masih fokus dengan candaan di sana membuatku berharap supaya itu bisa bertahan lama.

Hingga beberapa meter sebelum langkahku kian mendekat, ia yang tak sengaja menoleh malah langsung tertaut dengan manik mataku yang kebetulan tengah memperhatikan gerak-geriknya. Sial! Aku yang panik pun buru-buru mengulum senyum tipis yang sopan. Namun diluar dugaan, ia langsung memasang ekspreksi yang berbeda; sorot mata tajam dan dalam, serta bibirnya yang menunjukkan sebuah garis datar tanpa senyuman. Perubahan drastis dari senyuman ke raut garang itu tentu membuat dadaku terasa sesak.

Tapi ini sungguh aneh.

Aku yang bersikap berbeda kepadanya terlebih dahulu, namun kenapa aku juga yang merasa sedih saat ia bersikap dingin?

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang