Pesta kecil-kecilan yang diadakan di kamar para laki-laki berlangsung hingga lewat tengah malam. Awalnya kami sibuk bersenang-senang dengan melakukan karaoke terhadap lagu-lagu populer seraya menari tak kenal malu. Kemudian sesi bernyayi pun digantikan oleh permainan kartu truth or dare yang ditemani berbagai macam makanan ringan serta beberapa botol soda. Sudah sejak setengah jam lalu kami duduk melingkar di atas karpet, mengambil salah satu kartu dari dua opsi, kemudian melakukan perintah yang sesuai dengan apa yang tertulis di sana.
"Oke, gue ambil dare."
Sekarang giliran Eliza. Ia mengambil salah satu kartu dare yang berada di tumpukan teratas, lalu membacakannya agar semua orang tahu.
"Cium ketiak salah satu orang yang ada di ruangan ini! Okey, super easy."
Setelah meletakkan kartunya pada tumpukan paling bawah, Eliza bergerak mendekat ke arah Kak Felix yang berada di sebelahnya. Kemudian ia menarik paksa tangan Kak Felix dan mendekatkan hidungnya ke arah ketiak lelaki itu. Semua orang yang menyaksikan pun memberi respon yang jijik, namun gadis itu malah tersenyum lebar setelah melakukan perintah yang ada. Ekspresinya terlihat seolah telah menghirup udara segar di pegunungan yang membuat jiwanya tenang.
"Hmm, bau lemon. Kamu pakai parfum yang aku kasih ya, Yang?" Tanya Eliza membuat Kak Felix salah tingkah.
"K-Kayaknya. Uhm, m-mungkin bisa lanjut aja ke Dhira." Kak Felix pun menunjuk Dhira yang ada di samping Eliza.
"Gue pilih truth."
"Truth mulu lo, ganti dare dong!" Sahut Kak Raihan dengan mulut penuh dengan keripik kentang yang ia kunyah.
Namun Dhira yang tidak peduli langsung mengambil salah satu kartu truth dan mengangkatnya untuk ia baca.
"Siapa orang di ruangan ini yang menurutmu paling tampan jika kamu perempuan, atau paling cantik jika kamu laki-laki." Setelah membaca isi perintah kartu itu Dhira pun termenung sesaat. Sedangkan yang lainnya justru membahasnya dengan heboh.
"Anjir untung bukan gue yang dapet kartu itu," celetuk Kak Raihan.
"Kenapa? Lo rela ngaku jadi cewek demi pilih diri lo sendiri?" Tanya Kak Ian seraya mengunyah pilus.
"Mungkin."
"Lo bisa pilih gue, karena gue memang cantik," ucap Eliza seraya merapihkan poni rambutnya dengan ekspresi sengaja dibuat agar terlihat anggun.
"Dih, najis. Mending gue nunjuk panu dipunggung gue," cibir Kak Raihan membuat Eliza mendelik kesal.
"Udah deh, mending buru kelarin tuh perintahnya si Dhira." Potong Kak Ace.
"Astaga, kenapa perintahnya pilih orang paling ganteng sih," gumam Kak Raihan seraya memijat pangkal hidungnya penuh mendramatisir, "Ya bukannya udah jelas? Buruan Dhir, lo tunjuk si Ace. Gak usah pake lama-lamaan segala, gue tau lo pasti pilih dia. Gak mungkin enggak. Kalau gak pilih dia pasti lo gak normal. Tapi misal nunjuk gue juga gapapa sih, gue emang gak mau terlalu pamer aja tentang ketampanan gue." Kemudian Kak Raihan merapihkan rambutnya seraya memasang wajah sok cool yang membuat beberapa orang tergelak akan kelakuannya.
"Apaan sih lo, Han. Siapa tau dira mau tunjuk cowok lain," ucap Eliza kesal.
"Iya gue tau, cowok itu gue kan?" Kak Raihan menunjuk dirinya sendiri dengan penuh percaya diri.
"Ngaca dong, muka lo mirip tutup panci."
"Dih, gak jelas, dasar dahak naga."
"Tai ya lo!" Eliza hampir saja menerjang Kak Raihan jika saya Kak Felix tidak berusaha menahan tubuh gadis itu
KAMU SEDANG MEMBACA
if only,
RomanceKeira bertemu dengannya Agustus lalu, saat hari pertama ospek fakultas dilaksanakan. Semula yang terasa hanyalah percikan, bisa terabai. Tapi bagaimana ia bertutur dan berperilaku, pada akhirnya Keira merasa jatuh. Meski selama itu, tiada kata pasti...