he hadn't popped into my mind [part 2]

13 5 1
                                    

Aku lantas menarik kertas itu penasaran, dan apa yang terlukis di sana sontak membuatku terbelalak tak menyangka. Sebuah kupu-kupu berwarna merah muda dengan sentuhan kehitaman terlukiskan di permukaan kertas itu dalam kondisi setengah jadi.

Akibat penemuan itu, aku jadi memikirkan hal-hal terkait anggapan Kak Ace terhadapku selama ini. Apakah mungkin ia menyukaiku? Jika iya, tapi kenapa sikapnya ambigu dan tidak jelas? Jika tidak, lantas apa maksud dari lukisan yang ia buat dengan namaku tertulis dibaliknya?

"Keira? Udah dapet guntingnya belum? Pegel nih."

Hingga panggilan dari Kak Ace membuat tubuhku yang semula membeku di tempat lantas bergerak mengembalikan lukisan itu ke dalam rak, dan buru-buru menyambar sebuah gunting untuk aku berikan kepadanya.

"Makasih."

Ia menerimanya dengan senyuman. Sedangkan aku hanya mengangguk seraya mengalihkan pandang karena merasa canggung sendiri.

Haruskah aku tanyakan sekarang? Tapi bagaimana cara menjelaskannya ya?

Setelah berhasil menggunting rambutnya yang tersangkut, Kak Ace kembali melanjutkan aktivitas mengeringkan rambutnya. Namun disisi lain, aku yang terlihat seolah memiliki pertanyaan yang tertahan membuat Kak Ace lantas mematikan mesin haidryer dan beralih menatapku yang masih berdiri di ambang pintu kamar mandi.

"Kamu mau bilang apa?" Tanyanya peka.

"Uhm ... itu," aku yang resah sendiri lantas berusaha mencari jalan keluar, mengedarkan pandang ke sekitar, hingga kembali menemukan tatto kupu-kupu milik Kak Ace membuatku mendongak, "Kak Ace punya tatto kupu-kupu ya?"

"Oalah itu, iya, ada di punggungku. Gimana bagus kan?"

Ia mengubah posisinya menjadi membelakangiku supaya bisa menunjukkan gambar tatto yang ia maksud.

Aku mengangguk, "Iya, bagus. Kakak suka banget kupu-kupu ya?"

"Iya. Soalnya kupu-kupu cantik. Iya kan?"

Ia tersenyum ke arahku yang hanya aku balas dengan seulas senyum canggung.

Lagi-lagi balasannya itu terdengar samar. Sebenarnya apa yang ia maksudkan dengan kupu-kupu itu?

Aku terus memikirkan kemungkinan permasalahan yang aku hadapi. Sampai tiba-tiba saja Kak Ace menyodorkan hairdryer yang ia bawa.

"Mau bantu keringin rambutku gak?" Tawarnya.

Semula aku tampak ragu, namun memikirkan kesempatan untuk mendapatkan jawaban darinya, membuatku pada akhirnya mengangguk setuju, "B-Boleh, Kak."

"Oke, nih bawah dulu. Colokannya ada di dekat rak lampu tidur. Aku mau pakai baju dulu."

Aku mengangguk, lalu membawa benda itu untuk ditancapkan pada stop kontak, sesuai dengan interupsi Kak Ace. Tak lama setelahnya, lelaki itu pun datang dengan berbalut kaos putih dan celana pendek.

"Tolong ya, biasanya bagian belakang susah kering."

Kak Ace pun duduk di pinggir kasur dengan posisi membelakangiku. Pada satu detik berikutnya, aku mulai sibuk mengarahkan angin kencang pada hairdryer yang aku genggam ke arah rambut Kak Ace yang masih setengah basah. Juga sesekali ku usap lembut rambut hitam pekat itu dengan jemariku agar tak berantakan.

Semula hanya suara deru mesin yang mengisi keheningan. Hingga Kak Ace memilih untuk membuka pembicaraan diantara kami.

"Tadi kamu mau ngomong apa?"

"Hah?" Aku antara kebingungan dan panik.

"Tadi katanya kamu ke sini karena sesuatu. Gara-gara lukisan aku ya? Emangnya lukisan yang mana sih?"

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang