i wasn't with them [part 2]

15 6 0
                                    

"Sayang!"

Suara nyaring seorang gadis di ujung lorong lantas menginterupsi kami berdua. Melihat bagaimana Eliza berlari-lari kecil mendatangi Kak Felix dengan senyuman lebar langsung direspon Kak Felix dengan lambaian tangan.

"Hai, kamu bukannya ada praktikum?" Tanya Kak Felix kepada Eliza yang sudah tiba di hadapannya. Ia tampak sedikit kikuk dan berusaha menarik diri menjauh dari posisiku berada.

"Dosennya tiba-tiba sakit. Jadi kelasnya diundur." Kemudian ia beralih menatapku dengan raut bersinar, "Hai, Keira! Kondisi kamu gimana? Udah baikkan belum?"

"Udah kok Kak— eh, E-El."

"Biasain deh panggil aku pakai nama. Panggil Felix pakai nama juga gapapa kok, iya kan, Yang? Lagian udah ku bilang saku seangkatan sama kamu." Eliza terlihat sama seperti biasanya, bersemangat dan ceria.

"Gak usah terkecoh sama angkatan ya. Dia aslinya seumuran sama aku dan Ace. Alias udah dua kali pindah jurusan," sahut Kak Felix.

Awalnya Eliza menatap Kak Felix dengan raut kesal, kemudian beralih dengan wajah normal ketika hendak berbicara denganku, "Iya, walaupun gak sopan, tapi Felix ada benernya sih. Aku udah pindah jurusan dua kali. Pertama teknik kimia, terus yang kedua farmasi, baru deh sekarang di kedokteran." Ia menjelaskan dengan raut bangga.

Mendengar jurusan apa saja yang berhasil ia dapatkan membuatku kagum. Tak menyangka jika ia merupakan sosok yang sepintar itu. Sangat berbeda denganku yang bahkan kerepotan untuk menghapal rumus sederhana matematika atau struktur molekul pada suatu senyawa kimia.

"Wah, keren banget!"

Eliza tersipu dengan tangan menepis udara, "Gak juga kok, itu gara-gara—"

"Woi, Lix! Mana sini rokok gue! Gue cariin dari tadi ma— lem." 

Suara lelaki yang tak lain merupakan milik Kak Ace tiba-tiba menyeruak dari ujung lorong hingga memotong kalimat Eliza. Ia yang berjalan dari arah belakangku membuatku refleks menoleh dengan raut terkejut. Namun begitu menyadari keberadaanku, ia langsung mengecilkan nada suaranya dalam gerakan canggung.

"Oh, yang ke bawa gue punya lo ya. Gue pikir punyanya si Raihan."

Kak Felix merogoh kantongnya dan kemudian menyerahkan satu bungkus rokok kepada Kak Ace yang langsung menerimanya. 

"Apa anjing sebut-sebut nama gue?!"

Dan sesosok lainnya muncul di balik punggung Kak Ace. Lelaki dengan wajah jenaka dan pipinya yang sedikit tembam itu bernama Raihan. Bisa dibilang dia sama ekspresifnya seperti Eliza.

"Han, mulut lo jaga. Ada maba di sini," tegur Kak Felix.

"Eh, sorry sorry. Lo anak yang kemarin itu kan? Tinggi banget sih lo, anjir. Kayaknya gue bakal kalah saing nih kalau gak pake converse yang solnya tebel kek ganjelan pintu rumah." Tiba-tiba saja ia sudah berada disebelahku untuk membandingkan tinggi kami.

"Dih, rumah lo pakai ganjelan pintu?" Eliza memasang wajah menahan tawa.

Kak Raihan mendelik ke arah Eliza, "Emang kenapa? Kaget lo? Pasti rumah lo gak ada pintu makanya gak pake ganjelan, iya kan?"

"Apaan sih lo, gak pakai ganjelan bukan berarti gak punya pintu!"

"Udah deh lo berdua berisik banget." Kak Ace berusaha melerai keduanya yang saling beradu tatapan sinis.

Sedangkan Kak Felix yang memanfaatkan momen keributan itu perlahan mendekati diriku yang hanya mampu memperhatikan situasi itu dalam diam.

"Kapan-kapan kita bicara lagi ya," bisiknya seraya mencondongkan tubuhnya ke arahku. Aku hanya terdiam sebagai respon.

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang