this nightmare didn't happen [part 2]

18 6 0
                                    

Ia memperkenalkan diri ketika langkahnya terhenti tak jauh dari posisi kami berada.

Setelah melirik sekilas ke arah tanganku yang dipegang kuat oleh Adam, ia kembali berkata, "Tolong lepasin tangan Keira."

Adam menepis tanganku dan beralih menatap Kak Ace dengan ekspreksi meremehkan, "Oh, jadi elo cowok barunya Kei—"

Aku langsung merapatkan diri untuk menghadang tubuh Adam yang hendak menerjang keberadaan Kak Ace.

"Adam! Gue mohon gak usah bertingkah konyol!"

Bisa ku rasakan kuping dan wajahku memanas. Bagaimana bisa ia seterus terang itu sampai membuatku dengan mudahnya dihempas oleh rasa malu?

"Lo apa-apaan sih?! Sengaja kan sembunyiin dia?!" Bentaknya kepadaku yang terus memalingkan wajah.

"Keira gak sembunyiin saya. Lebih tepatnya, dia gak tau kalau saya masih di kampus," ucap Kak Ace cepat.

"Sok formal banget lo! Kayak anak seni bakal bisa sukses aja!" Adam dengan mudahnya melewati tubuhku dengan sekali dorongan. Langkahnya pun membawanya semakin dekat ke hadapan Kak Ace.

Kak Ace menyunggingkan senyum sekilas, "Bukan berarti anak seni yang belum sukses ini gak boleh bersikap sopan sama orang yang lebih bodoh kan?"

Kalimat itu mampu membuat Adam kehilangan kata-kata selama sesaat, "Anjing juga ya lo!"

Hingga kejadian dimana Adam menerjang maju terjadi begitu sangat cepat. Adam memukul rahang kiri Kak Ace sekuat tenaga hingga membuat lelaki itu terhuyung ke samping. Ini adalah kali pertama aku menyaksikan sebuah perkelahian secara langsung. Sangat mengejutkan sampai membuat jemariku bergetar hebat saking lemasnya.

Aku refleks mendekat dengan gesit untuk menghalangi langkah Adam yang ancang-ancang hendak memberikan pukulan kedua.

"Adam! Stop!"

Ia berusaha mendorongku, "Minggir!"

"Cukup, Dam! Dia gak salah!" Namun aku dengan keras kepala masih berdiri di tempat tanpa bergeser sedikit pun.

"Gak salah lo bilang?! Lo putusin gue gara-gara dia, Kei!"

Ia menunjuk-nunjuk Kak Ace yang berada di belakangku dengan emosi. Sedangkan pria yang ku khawatirkan keadaannya hanya menatap Adam tajam tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Rasa malu dan cemas yang begitu bergejolak, begitu pula dengan gemuruh didadaku melunjak secara drastis. Menyebabkan hal yang tidak pernah ku bayangkan terjadi secara spontan, yaitu menjerit dengan volume yang amat kencang sampai membuat tenggorokanku terasa perih.

"Stop!"

Tapi tidak terlihat ada tanda-tanda ingin mengalah dari dirinya, "Gue udah mau pacarin lo, tapi lo malah putusin gue demi cowok ini—"

"Lo pergi sama cewek lain!" Seruku sekuat tenaga, berharap supaya bisa didengar olehnya.

Dan begitu mendengar ucapanku, ia yang hendak beranjak tiba-tiba saja terhenti. Sepertinya aku berhasil mendapatkan kembali perhatiannya.

Ia sempat terdiam sepersekian detik sebelum pada akhirnya kembali bersuara, "A-Apa sih kok lo jadi nuduh-nuduh gue?!"

Kak Ace yang sedari tadi sibuk membaca situasi langsung mengambil langkah hingga ke sisi kananku dengan ekspreksi khawatir.

"Kei."

Aku menoleh, menatap manik mata indahnya itu dengan seulas senyum getir.

Rasanya aneh melihatnya secemas itu padahal dirinyalah yang baru saja terluka. Dan dari bagaimana ia memanggil namaku disela-sela sesi pengungkapan beban hati, membuatku entah mengapa merasa bahwa ia mengetahui sesuatu yang besar, meski selama ini aku hanya berbagi sedikit cerita kepadanya [chapter 25]. Sepertinya benar jika Kak Ace menyadari rasa trauma yang selalu ku sembunyikan saat membahas masa laluku dengan Adam.

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang