i didn't have a weird dream

15 6 0
                                    

Dan begitu memasuki rumah, melihat Mama yang sedang merapikan buku-buku di rak kayu membuatku langsung bergegas menghampirinya.

Mama yang menyadari keberadaanku lantas refleks berkata, "Udah pulang? Mandi terus makan sana ada lauk—"

"Mah, aku mau ke Jogja," potongku tanpa berbasa-basi lagi.

Sungguh lidahku sudah sangat gatal ingin menyampaikan hal itu kepadanya. Jika syarat untuk pergi bersama Kak Ace dan teman-teman yaitu mendapat ijin orang tua, maka aku ragu jika itu dari Ayah. Tapi berhadapan dengan Mama sekarang, membuat yakin apabila aku akan diperbolehkan olehnya.

"Jogja?" Mama mengernyitkan alisnya seraya memperhatikanku dari atas sampai bawah, "Kenapa tiba-tiba?"

Aku harus mendapatkan ijin itu malam ini agar bisa mengabari Kak Ace secepat mungkin.

"Iya, ada art exhibition punya dua alumni seni rupa Unpelya, dan aku pengen ke sana."

Mama meletakkan bukunya dan mulai melipat kedua tangannya di depan dada, "Sama siapa?"

"Beberapa senior, ada ceweknya kok. Jadi aman, soalnya nanti bakal nginep semalem."

"Nginep segala?" Mama menyipitkan matanya membuatku gelisah.

"Iya. Tenang aja, Mah. Aku bakal gakpapa kok."

"Wajib gak?"

"Enggak sih," jawabku sedikit tidak rela karena itu merupakan sasaran empuk untuk tidak diperbolehkan.

"Kapan?"

"Besok."

Mama langsung mendelik, "Gak! Gak boleh!"

Aku membelalak tak percaya selama sepersekian detik. Sedangkan Mama mulai mengambil kemonceng yang terjepit diketiaknya dan menyapu debu-debu di rak dengan santai.

"Mah," rengekku setelahnya. "Aku pengen ikut ke sana."

Mama menghela napas panjang, "Katanya gak wajib, kalau gitu gak perlu ikut. Mana dadakan. Emangnya Jogja tuh satu kilometer doang dari sini? Ijin ke luar kota berasa ijin main ke komplek sebelah, aneh-aneh aja kamu."

"Iya sih— tapi aku pengen dateng ke art exhibition-nya Mah! Lumayan tau bisa nambah relasi, wawasa, sama pengalaman!"

"Pengalaman apaan coba, kalau mau nambah pengalaman ya ikut lomba-lomba. Kamu ini masih mahasiswa baru lho kok isinya udah main mulu."

"Tapi Mah—"

"Pokoknya enggak!"

"Tapi ini art exhibition Erik Hardy, Mah!"

Mama langsung terdiam dan berpikir sejenak, "Erik Hardy?"

Akhirnya, pertanyaan dengan nada melunak itu pun muncul juga. Seolah menjadi harapan disela-sela perasaan pasrah yang begitu membebani pikiran.

Aku mengangguk semangat, "Iya!"

Setelah menjelaskan rangkaian acara itu bedasarkan info yang ku dapatkan dari Kak Ace dan sosial media sebelumnya, Mama pun berpikir selama beberapa saat.

"Oke, boleh."

Sampai pada akhirnya, ijin untuk pergi ke Jogja dari Mama berhasil ku dapatkan dengan mudahnya.

"Tapi—"

Namun tentu saja hal itu tidak terlepas dari berbagai syarat yang terikat. Alih-alih mendengarkannya dengan seksama, aku dengan lengkungan lebar dibibir hanya mampu tenggelam dalam imajinasi yang terbentuk disudut pikiran akibat efek terlalu senang.

"Terus kamu harus ijin Ayah kamu."

Begitu mendekat kalimat itu, aku refleks merengut.

"Mah, sekali ini aja. Please banget jangan kasih tau ke Ayah. Aku bener-bener mau ikut acara ini, kalau ijin sama Ayah bisa aja rencana aku gagal!" Aku sedikit frustasi.

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang