i had known that he had connected with me from the beginning [part 2]

20 6 0
                                    

Sudah lebih dari satu jam aku mengitari studio bersama rombonganku, mengobrol dengan para kenalan yang belum aku jumpai sebelumnya, hingga bersalaman langsung dengan si dua seniman, Erik Hardy dan David saat mereka usai membacakan sambutan. Namun tak aku sangka jika segala karya indah yang terpajang di sini, terutama pada bagian lantai dua, masih belum mampu menarik sepenuhnya perhatianku. Pikiran ini seolah terjebak oleh tanda tanya terkait banyak hal yang bahkan tidak seharusnya aku pikirkan. Salah satunya yaitu tentang hubungan Kak Ace dan Ann seperti yang pernah dirumorkan. Juga tentang sikap Kaivan yang begitu acuh.

Namun sepertinya kesempatan untuk mengetahui lebih dalam terkait Kak Ace tidak bisa ku dapatkan saat ini. Ia tengah mengobrol seru dengan kedua pemilik acara. Pastinya akan lama berakhir dan tidak sopan jika diinterupsi. Tapi aku juga tidak akan menyangka, setelah membalikkan badan dan mendapati sosok Kaivan sedang berjalan seorang diri, tubuhku malah spontan bergerak mengikutinya. Sungguh diluar rencana jika ternyata ia hendak menuju ke area toilet.

Karena enggan terlihat seperti perempuan mencurigakan yang sampai masuk ke dalam lorong menuju toilet pria, aku lantas memberanikan diri untuk segera memanggilnya sebelum ia benar-benar memasuki pintu toilet.

"Kaivan!"

Ia berhenti dan menoleh, kemudian menatapku dari atas sampai bawah dengan raut merengut, "Kenapa?"

Kembali bertatapan dengannya justru memuatku gugup. Entahlah, mungkin karena sorotnya yang begitu tak bersahabat. Mengingat juga bahwa aku pernah menolak kebaikkannya. Tentu hal-hal itu membuatku spontan merasa tak enak hati.

"M-Mau ke toilet?"

Sial. Ada apa dengan pertanyaanku barusan? Kenapa tampak bodoh sekali? Aku langsung merutuki terkait apa yang telah muncul dari bibirku itu.

"Iya. Kenapa? Lo mau masuk?"

Kedua pipiku langsung memerah, "Enggak!"

"Oh." Kemudian ia kembali melanjutkan pergerakannya yang hendak memasuki toilet. Dengan terburu-buru aku segera menahannya lagi.

"Eh, tunggu, tunggu."

Ia mendengus kesal, "Apa lagi?"

"Habis ini lo mau ngapain?"

Kaivan tampak kebingungan, tidak mengherankan lagi, semua karena pertanyaanku yang terlihat kurang persiapan.

"Kabur. Kenapa?"

Hahaha. Orang ini memang terkadang suka melucu meski suasana wajahnya tidak mendukung.

"Ah, gitu."

"Mau nguntit ya lo?" Tambahnya yang membuatku segera menggeleng.

"Apa sih. Enggak!"

"Terus kenapa tanya gitu?"

"Gue mau ngobrol sama lo," ucapku terus terang pada akhirnya. Meskipun itu diwaktu yang bersamaan dengan lewatnya beberapa laki-laki yang hendak memasuki kamar mandi. Sangat memalukan.

"Oh, bilang dong," ucapannya barusan itu tentu mengundang pelototan kesal dariku yang begitu ketara. "Tunggu bentar," tambahnya. Kemudian ia pun masuk ke dalam bilik toilet pria.

Aku pikir ia akan sedikit lama seperti buang air kecil. Tapi ternyata ia hanya ingin membasuh tangan. Kemudian ia menatapku sekilas sebelum pada akhirnya melangkah mendahului tanpa mengucapkan sepatah kata ajakan sedikitpun. Aku lantas mengekor di belakangnya dalam diam. Aku pikir dia akan membawaku ke salah satu estalase karya tersepi agar bisa mengobrol dengan tenang dan nyaman. Namun langkahnya yang malah berbelok pada pintu keluar, langsung membuatku kebingungan.

"Kok keluar gedung? Jangan bilang lo beneran mau kabur?" Tanyaku setelah berhasil keluar dari lorong.

"Gue kan udah bilang," ucapnya tanpa sedikitpun menoleh.

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang