i understood what he meant [part 3]

34 6 5
                                    

Setelah tiba di lokasi, kami berdua pun turun dari motor. Namun ketika hendak memasuki sebuah pintu masuk, tiba-tiba saja Kak Ace menghentikan langkahnya.

"Kamu tunggu di luar aja ya. Aku bentar doang kok."

Aku terdiam. Rasanya seperti mengulang kejadian dimana aku tidak bisa menyapanya secara langsung saat di kampus. Atau berjalan lama-lama di sisinya saat di depan semua orang selepas kelas berakhir. Melihat responku ini, membuat Kak Ace lantas menghela napas panjang.

"Di luar aja ya, please? Di dalem pengap, bau, ramai, terus banyak cowoknya. Nanti kalau kamu digodain gimana?"

Aku yang enggan berdebat dengan Kak Ace lantas mengangguk pelan, "Oke. Aku tunggu di sini."

"Oke, makasih. Bentar doang kok. Wait ya."

Kemudian ia berjalan memasuki pintu yang akan membawanya menuju ke lapangan bulu tangkis indoor yang berada di dalam perumahan elit pada kawasan Tanjung. Aku lantas mengambil posisi duduk pada sebuah kursi panjang di depannya. Seraya menunggu, aku pun sibuk memainkan ponsel agar tidak bosan. Melihat-lihat beranda Instagram, kemudian beralih ke Whatsapp, Line, dan Twitter. Namun tetap saja aku tidak bisa menghilang rasa kesalku karena permintaan Kak Ace sebelumnya.

Hingga sebuah motor seseorang yang baru datang dan terparkir tepat di sebelahku, membuatku langsung menoleh. Awalnya tampak asing, namun begitu sosoknya membuka helm full face itu, aku langsung membelalak tak menyangka.

"Kai?"

Laki-laki itu menoleh dan memincingkan kedua matanya ke arahku sesaat, "Hm." Hanya begitu responnya.

Lalu ia berjalan terburu-buru, hendak memasuki ruangan indoor yang dijadikan lapangan bulu tangkis itu, tanpa memedulikan sedikitpun keberadaanku di sini.

"Lo mau kemana?" Tanyaku.

Pasalnya ia tengah mengenakan sepatu vans dan juga hoodie tebal, jadi tidak mungkin ia berniat ikut bermain di dalam sana.

"Ketemu senior," jawabnya singkat.

Sedetik kemudian terdengar suara pintu tertutup dengan nyaring, tanda bahwa Kai sudah berhasil masuk ke dalam sana. Setelah itu suasana di luar kembali sepi. Hanya ada beberapa motor yang lewat. Kontras dengan suara-suara menggema dari dalam lapangan indoor itu yang berupa teriakan suara akibat protes kalah, pukulan cock yang begitu kencang, hingga bunyi decit sepatu yang bergesekan pada lantai. Dan hanya aku sendiri yang duduk di depan sini, menunggu kehadiran seseorang dari dalam sana.

Selama beberapa menit berikutnya, aku yang merasa sangat bosan lantas memiliki ide iseng untuk masuk ke dalam sana secara diam-diam. Maka dari itu aku lantas beranjak dari posisi dan berjalan ke arah pintu yang terbuat dari besi itu. Namun ketika hendak memutar knop, seseorang tiba-tiba saja membuka pintunya dari arah dalam.

Aku buru-buru mundur begitu melihat dua orang asing mengenakan jersey dengan keringat yang membanjiri pelipis mereka, melangkah keluar dengan sosok Kai berada di belakangnya. Keduanya lantas memperhatikanku dengan seksama. Sedangkan Kai hanya meyorotkan tatapan tajam kepadaku, seolah ia berhasil membaca pergerakan yang sebelumnya hendak aku lakukan.

"Ini siapa deh?" Tanya salah satu orang itu kepada temannya.

"Gak tau, pacar orang kali," jawab yang satunya seraya melirikku sekilas. "Lo nungguin sia—"

"Dia sama gue, Bang," potong Kai cepat.

Barulah kedua senior itu mengangguk-angguk paham, "Oh, cewek lo toh."

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang