you didn't act like nothing happened

28 7 0
                                    

Kak Ace menghela napas panjang, "Kenapa harus gue? Kenapa gak minta cowoknya bujuk dia aja? Sorry, gue lagi di luar, dan gak mau berurusan sama kalian lagi."

Berurusan? Apakah Kak Ace pernah terlibat seduatu yang berbahaya? Melihat sorot matanya yang berubah tajam membuatku sedikit mengkhawatirkannya. Obrolan itu terus berlanjut. Aku yang semula ingin mengabaikannya justru semakin dibuat penasaran dari tiap jawaban yang ia keluarkan.

"Gue gak peduli lagi, Vin. Gue capek. Tolong jangan berusaha libatin gue lagi."

Dan beberapa detik setelah mendengar suara balasan, rahang Kak Ace terlihat mengeras.

"Bertanggung jawab? Hah, yang bener aja lo. Bahkan hidup gue ancur gara-gara mereka!"

Kak Ace meninggikan suara seraya bangkit dari posisi duduknya dan mengambil beberapa langkah menjauh. Melihatnya yang seperti itu membuatku bergidik ngeri. Ia terlihat amat menakutkan.

Sebenarnya siapa sih seseorang yang dia maksud?

Percakapan sempat kembali terjalin dengan singkat. Sampai pada akhirnya Kak Ace mematikan panggilan terlebih dahulu yang diiringi dengan helaan napas kasar. Selama beberapa saat, ia tenggelam dalam pikirannya dengan punggung membelakangiku. Entah apa yang baru saja terjadi, entah apa yang tengah ia lamunkan, sepertinya itu adalah hal yang buruk.

Setelah berhasil menguasai diri, ia datang dengan ekspresi datar, seolah tak terjadi apa-apa kepadanya barusan.

Meski terlihat jelas ragu dan takut, aku berusaha bangkit dari posisiku dan mengambil satu langkah mendekat. Aku menatap manik matanya sesekali yang masing memancarkan percikan amarah yang samar.

"Ada apa Kak?"

"Gakpapa. Pulang yuk?"

Jelas sebuah kebohongan. Tapi aku hanya mampu mengangguk pelan sebagai jawaban.

Kami pun menyusuri jalanan yang membawa kami menuju ke jembatan, barulah setelahnya kami bisa mencapai tempat parkir. Hanya ada suara gemerisik angin hingga bunyi jangkrik pada semak yang menemani langkah kami yang bersebelahan. Mentari hampir terbenam, gelapnya langit mulai mendominasi suasana sekitar. Lampu-lampu taman pada setiap tiga meter yang ku lalui telah menyala, menarik perhatian para serangga terbang hingga memutar di sekelilingnya.

Aku terus diam seraya menatap pagar jembatan dengan pandangan kosong. Ada dua hal utama yang membuat suasana diantara kami berdua menjadi sangat canggung. Pertama, karena reaksi Kak Ace terhadap panggilan yang terangkat. Kedua, fakta kami hampir berciuman jika bukan karena panggilan yang datang.

Intinya, panggilan itu sangat berdampak besar. Tapi untung saja Kak Ace mengangkatnya meski itu harus membuatnya emosi. Karena jika tidak, mungkin suasana canggung akan terasa lebih pekat sejak awal. Bahkan aku tidak bisa membayangkan apa yang harus ku katakan setelahnya jika bibir kami harus tertaut.

Ku lirik perlahan ke arah Kak Ace yang tengah melakukan hal yang sama; membuang muka ke arah sisi yang berlawanan denganku.

Argh, menyebalkan sekali. Aku benci suasana sehening ini saat berdua dengan orang yang belum terlalu akrab. Setelah memantapkan hati, aku pun mengambil napas panjang dan langsung menoleh ke arahnya.

"Kak."

"Kei."

Kami bertatapan selama beberapa saat sampai aku berusaha untuk mengalihkan pandangan.

Sial. Kenapa kita harus seserempak itu disuasana penuh rasa canggung seperti saat ini?

"Eh, kamu mau bilang apa?"

"Kakak dulu deh."

Ia tidak langsung basa-basi, "Sorry ya tadi aku agak berisik ditelpon."

Aku mengangguk-angguk, "Gakpapa kok Kak."

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang