Kejadian malam sebelumnya, tepat setelah aku turun dari jok motor Kak Ace yang tengah mengantarkanku pulang ke rumah, ia langsung menahanku dengan sebuah permintaan.
"Panggilin Mama ya."
Aku melongo, "Hah? Ngapain?"
"Biar Mama kamu tau aku. Dan sebagai tanda juga kalau aku udah berhasil anterin kamu dengan selamat. Ya kali aku izin lewat chat, tapi gak bertegur sapa secara langsung?"
Permintaannya yang diselingi dengan penjelasan yang sulit dibantah selalu berhasil membuatku diam tak berkutik. Kenapa ia bisa merangkai kalimat sebagus itu? Apakah ia memiliki pengalaman menjadi pembawa acara? Sepertinya sangat bagus dalam segala hal. Yang pada akhirnya membuatku hanya mampu mengangguk pasrah.
"Oh gitu, oke deh."
Ia pun melepas helm dan turun dari motornya, kemudian mengikutiku dengan perlahan yang berjalan melalui perkarangan dan berakhir di depan ambang pintu rumah yang tertutup.
"Tunggu di sini dulu ya Kak, bentar."
"Santai aja."
Seperti perkataannya ia memang terlihat sangat santai, seolah sudah pernah datang ke rumahku sebelumnya. Maka dengan cepat, ku tinggalkan sosoknya seorang diri di teras depan rumah. Begitu melewati pintu ruang tamu dengan perasaan gugup, aku langsung menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan.
Ini gila. Kak Ace sangat berkeinginan untuk menemui Mamaku. Kenapa ia bersikap seperti itu? Kenapa ia bersikap sangat sopan disaat orang-orang kota sepertinya kebanyakan bersikap acuh?
Aku berusaha menjelaskan kepentingan tersebut dengan reaksi datar kepada Mama yang tengah duduk di ruang tengah seraya bermain ponsel.
"Mah."
"Udah pulang?"
"Iya udah dong, buktinya aku di sini."
"Yaudah sana buruan mandi."
"Itu, anu—"
Tapi sepertinya gagal. Aku sangat-sangat grogi.
"Anu apaan?"
"Ada si senior yang anter aku. Dia yang ajak aku tadi buat pergi hunting foto, juga yang chat Mama di Whatsapp. Jadi dia di luar rumah, mau ketemu Mama katanya."
Kenapa aku berbicara seperti anak SD yang baru belajar membaca puisi?!
Sedangkan Mama yang berusaha memproses maksud dari kalimatku lantas mempertanyakannya lagi, "Jadi intinya senior kamu mau ketemu Mama?"
Aku mengangguk, "Iya. Dia di luar."
Mama yang tengah mengenakan terusan daster biru langsung beranjak dari posisinya ke arah kamar untuk mengambil jaket. Disela-sela perjalanan dari ruang tengah ke kamar dan dari kamar ke pintu depan tentu saja diselingi dengan omelan yang begitu khas seperti:
"Kenapa gak disuruh masuk?"
"Kamu kenapa gak bilang dari awal sih, Mama pake daster nih."
"Senior kamu tuh dari prodi lain tapi kok bisa kenal kamu sih?"
"Emangnya dia mau ketemu Mama buat bicara apa?"
Dan yang terakhir, mampu membuatku mendelik sebal.
"Jangan-jangan seniormu suka sama kamu!" Mama berbisik pelan tepat dibalik pintu sebelum pada akhirnya ia buka untuk menyambut sosok Kak Ace dengan senyuman.
"Malam, Tante."
"Ah, iya malam juga, kamu senior Keira yang namanya Ace itu ya?"
"Iya, Tante, saya Ace. Maaf banget anterin Keiranya agak malam, tadi baru kelar sore, terus jalanan agak macet."
KAMU SEDANG MEMBACA
if only,
RomanceKeira bertemu dengannya Agustus lalu, saat hari pertama ospek fakultas dilaksanakan. Semula yang terasa hanyalah percikan, bisa terabai. Tapi bagaimana ia bertutur dan berperilaku, pada akhirnya Keira merasa jatuh. Meski selama itu, tiada kata pasti...