someone's call didn't come [part 3]

37 7 0
                                    

"Kayaknya kita duduk-duduk aja dulu gimana? Di kursi situ."

Ia menunjuk kursi taman yang tak jauh dari kami berada. Menghadap ke arah sungai bagian barat, sehingga matahari yang hendak menggelamkan diri terlihat jelas dari posisi itu. Disisi lain, lokasi dimana kami berada sudah sangat sepi. Sepertinya sudah banyak pengunjung yang pulang karena hampir menjelang malam. Mungkin mereka tak ingin mengambil resiko kesulitan mengemudi saat diperjalanan pulang.

"Boleh. Tapi gak lama kan ya Kak?"

"Enggak. Santai aja, aku bakal anter kamu pulang dengan aman habis ini."

"Oke deh."

Kami pun mejatuhkan masing-masing tubuh pada kursi taman yang terbuat dari kayu itu. Rasanya sedikit nyaman karena bisa kembali duduk setelah berjalan mengelilingi area sekitar sedari tadi. Terdengar dari hembusan napas Kak Ace yang puas dan lega saat berhasil merenggangkan otot-ototnya dengan nyaman.

"Ah, akhirnya. Dari tadi kakiku pegel banget hehehe."

"Tuh kan, kenapa gak minta istirahat pas tadi di puncak bukitnya?"

"Ya sekalian aja gak sih pas turun? Kalau kayak gini kan udah clear."

"Kak Ace tuh ya, sukanya ngenyel."

Aku sedikit mengerucutkan bibirku membuatnya terkekeh geli. Hingga perlahan surut dan menatapku lamat.

"Sorry ya, tadi aku ngebut pas berangkat."

Sebenarnya aku agak tersiksa pada saat itu, tapi ternyata aku sendiri mampu memakluminya dengan amat mudah.

"Santai aja Kak. Aku paham kok kalau sebelumnya suasana hati kakak lagi jelek."

Ia mengangguk-angguk pelan, "Ya gitulah."

"Cewek tadi itu," aku memberi jeda pada kalimatku begitu menemukan sorot mata Kak Ace yang mulai berubah dingin. "Yang sempat kakak boncengin ke kos itu gak sih?"

"Ternyata kamu sadar. Iya itu dia, namanya Natalie."

"Ohh. O-Orangnya cantik," pujiku sedikit ragu akibat ekspresi tak mengenakkan yang muncul diwajah lelaki itu.

Mengingat kembali kejadian sebelumnya saat di apartement, membuatku yakin bahwa sedang ada masalah yang terjalin di antara keduanya baru-baru ini. Dan aku tidak bisa menebak itu apa. Tentang Kak Ace saja masih banyak yang tidak ku ketahui, apalagi perempuan dengan rambut ombre hijau itu. Atau jangan-jangan Kak Ace hanya malu karena ketahuan tengah membawaku ke apartement-nya?

"Cantik kamu," ucapannya membuatku membelalak. "Lain kali kalau ada dia abaikan aja ya. Orangnya gak jelas, manipulatif."

Aku kebingungan, "Bukannya kakak sempat boncengin dia ke kos?"

"Iya karena kejadian itu, aku yang awalnya kira dia udah berubah taunya juga sama aja."

"Emang manipulatif kayak gimana Kak?"

Ia menghela napas panjang, "Aku gak bisa cerita, takut terkesan jelek-jelekin dia. Apalagi di depan maba kayak kamu. Bukannya gak percaya, tapi takut cara pandang kamu ke dia langsung beda aja. Jadi aku harap kamu gak bilang apapun tentang yang ku bilang tadi ke teman-temanmu ya. Keep dikamu sendiri."

"Iya Kak kalau itu sih udah pasti. Aku gak pernah bilang siapa-siapa kok."

"Gak bilang siapa-siapa tentang apa?"

Anehnya aku terdiam. Bertanya-tanya kenapa diriku sendiri, kira-kira apa yang tengah aku jaga selama ini? Dan dari siapa saja aku akan menjaganya?

"Tentang kita— uhm, maksudnya kita yang main, k-kayak hari ini gitu Kak."

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang