you didn't put flour on my cheeks

56 11 0
                                    

Hari keempat ospek, masing-masing dari kami membawa tugas berupa selembar kertas karton yang berisikan gambaran dari hal-hal yang ingin kami capai selama lima tahun ke depan. Semua anak pun berbaris rapi, menunggu giliran masing-masing untuk mengumpulkan tugas yang kemudian dilanjutkan absensi pagi. Bagi mereka yang telah melakukan tahapan itu diperbolehkan untuk memasuki ruang kelas.

Aku mengekor langkah Cantika dan Bella, yang terlihat santai dan enggan terburu-buru, sehingga mendapat urutan ketiga dari belakang. Kami mengobrolkan banyak hal, seperti kebiasaan konyol pada masa sekolah, makanan enak yang tak sengaja Bella temui di dekat area kampus, hingga organisasi apa yang kira-kira akan kami ikuti dimasa kuliah ini.

Sampai tiba giliranku untuk mengumpulkan tugas. Kak Ace yang duduk di meja jaga menatapku dengan senyuman tersungging diujung bibirnya. Aku menyerahkan kertas itu dan jemari kami tak sengaja saling bersetuhan saat ia mengambilnya. Sungguh berharap lelaki itu segera meletakkannya bersama tumpukan kertas karton lainnya ketimbang harus membaca isinya.

Tapi sialnya, ia menyibakkan gulungan kertas kartonku selebar mungkin.

"E-Eh, Kak. Jangan dibaca!" Aku panik. Sedangkan Kak Ace dengan sigap menghindari tanganku yang berusaha menutupi tulisan yang telah ku buat.

"Santai aja, tadi banyak yang ku baca juga kok."

Iya, aku tahu. Maka dari itu, aku mulai mengajak Cantika dan Bella mengobrol tentang organisasi kampus saat tak sengaja menemukannya yang tengah tertawa dengan anak-anak lain seraya membaca karton milik mereka.

Saat kedua matanya mulai menjamah kata demi kata yang tertulis di sana, tiba-tiba saja dia terfokus pada satu titik. Kemudian, ia tertawa.

"Kamu mau nikah umur 22 tahun?"

Jantungku seolah berhenti berdetak selama sedetik itu.

Reaksi Kak Ace mengundang rasa penasaran Cantika dan Bella yang berada di belakangku. Mereka langsung mendekat dan berusaha mengintip isi dari kertas milikku.

"Wah, Kei, lo mau nikah muda?" Tanya Bella kagum. Tapi terdengar seperti mengejek ketika masuk ke telingaku.

"Berarti habis wisuda lo langsung lamaran dong, Kei?" Cantika menambahkan, membuat Bella sontak tergelak.

Aku terdiam, berusaha menutupi wajahku yang mulai panas karena malu. Rasanya ingin sekali kabur dari sana dan menegak segelas susu coklat untuk menenangkan hati. Tapi jelas-jelas yang tengah ku hadapi kini adalah wajah hangat Kak Ace dengan kekehannya yang mulai surut. Dengan melihat itu saja, hatiku kembali terombang-ambing.

"Sstt ... cukup cukup, namanya juga gambaran. Kan gak ada yang tahu, siapa tau malah kamu yang tiba-tiba nikah waktu semester akhir gara-gara gak kuat skripsian," Kak Ace menunjuk ke arah Cantika membuat gadis itu terbelalak.

"Mampus lo, Can!" Timpal Bella disela tawanya.

Kemudian gadis itu menambahkan sebuah kalimat yang membuatku bingung harus bagaimana untuk menanggapinya.

"Eh, tapi kalo lo nikah duluan juga gue gak kaget sih, Kei. Soalnya lo aja cakep banget."

Bella memang suka sekali memuji orang. Dan tentu ketulusannya tidak bisa diragukan lagi. Ia beberapa kali melakukannya untukku. Yang biasanya akan langsung aku tanggapi dengan tawa dan sebuah elakkan.

Namun keadaan kali ini sungguh berbeda. Ia mengatakannya di depan Kak Ace. Dan ketika ku lirik, sosoknya tengah menatapku intens dengan sebuah senyuman terukir diwajahnya.

"A-Apaan sih lo, Bel."

Sial, aku tidak bisa untuk tidak salah tingkah untuk saat ini.

Kemudian, Kak Ace kembali membaca tulisan milikku, "Lulus cumlaude, bisa keliling dunia, dan ... punya restoran sendiri?"

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang