you knew that you were so attractive

37 9 0
                                    

"Iya Om, saya seniornya Keira di kampus."

Jantungku berdegub kencang mendengar percakapan antara Kak Ace dengan Ayah ditelpon. Aku memang  tidak bisa mendengar apa saja yang dikatakan Ayah, tapi wajah lelaki itu yang tetap tenang membuatku keheranan. Apakah Ayah tidak jadi meluapkan amarahnya? Atau dengan mendengar sedikit suara Kak Ace saja Ayah langsung tahu jika lelaki itu merupakan orang baik-baik?

Hingga Kak Ace kembali membalas dari ujung telpon.

"Oh, iya Om bisa, sebentar."

Kak Ace menutup bagian bawah ponselnya dan beralih menatapku, "Kamu tunggu di sini ya. Aku ke tempat yang gak ramai."

Tunggu.

Pikiranku yang semula beranjak tenang kini mampu beralih kacau kembali dengan mudahnya. Kenapa ia harus berpindah ke tempat yang sepi? Apakah ini tandanya Ayah bersungguh-sungguh akan mengomelinya hingga tak ingin bocor ke pendengaranku? Apa karena suasana tempat parkir yang bersebelahan dengan kantin menjadikan suasana cukup berisik? Apalagi ibu-ibu penjual di sana sedari tadi sibuk mengobrol seraya terbahak keras sampai memekakan telinga.

Aku penasaran, tapi untuk saat ini hanya bisa mengangguk pasrah. Melihat punggungnya yang bergerak menjauh ke arah bawah pohon beringin yang sedikit jauh membuatku menggigit bibir bawah resah. Bagaimana Ayah setega ini kepadaku? Membuatku malu dihadapan seorang senior keren adalah hal terparah ditahun ini. Lelucon seperti itu pasti akan sangat ramai jika dibicarakan ditongkrongan anak-anak hits.

Menyebalkan.

Meski aku yakin Kak Ace bukanlah tipe penggosip, tapi aku berharap setidaknya ia tidak memandangku buruk setelah ini. Maka dalam hati aku pun sibuk merapalkan doa, supaya Kak Ace bisa melewati ceramah Ayah dengan lapang dada.

Aku memperhatikannya dengan seksama dari kejauhan. Awalnya ia sibuk berbicara seraya menatap pemandangan di depan. Hingga pada satu waktu, ia beralih menatapku, dan meski terlihat samar, aku yakin ia tengah menyunggingkan senyum secara sekilas. 

Hah ada apa ini? Kenapa ia tersenyum? Apakah Ayah melontarkan lelucon kepadanya?

Ada yang tak beres. Kira-kira apa saja yang mereka bicarakan? Ayah tidak akan melontarkan kalimat-kalimat yang terkesan mempermalukanku kan? Seperti membahas aku pernah mengompol di tempat les saat kelas 4 SD karena terlalu banyak makan es krim. Atau cerita tentang aku yang ceroboh memasukkan satu bungkus besar garam yang ku kira gula ke dalam wadah adonan es teh saat kumpul keluarga besar. 

Mendadak aku parno. Masalahnya ia adalah Kak Ace. Aku rasa sudah cukup mempermalukan diri sendiri dihadapannya. Tak bisa tinggal diam, aku pun beranjak dari tempatku berada menuju ke posisi Kak Ace dengan langkah cepat. Tapi sepertinya percakapan yang terjadi sudah hampir usai saat aku tiba.

"Oh, begitu ya Om, saya minta maaf sekali lagi."

Begitulah yang terucap dari bibir Kak Ace, wajahnya tampak merasa tidak enak hati. Apakah itu tandanya kami akan segera pulang? Apa jangan-jangan sebelumnya Ayah berbicara seperti ini: "Dia ini anak saya satu-satunya dan kamu bersikap tidak sopan seperti ini jelas tidak pantas pergi berdua dengan anak saya. Jadi tolong antar Keira pulang ke rumahnya sekarang dan jangan pernah bertemu dengan dia lagi!", sehingga Kak Ace membalasnya dengan kalimat pasrah seperti itu.

Argh. Rasanya ingin sekali menghilang dari permukaan bumi detik ini juga.

"Baik Om, siap."

Entah mengapa aku sangat yakin apabila Ayah meminta kami pulang.

"Oke Om."

Tamatlah riwayatku.

Kemudian, ia menurunkan ponsel dari telinganya dan mengembalikan benda itu kepadaku. Aku menatapnya lamat, berusaha menguraikan ekspresinya yang kali ini sulit tertebak. Kira-kira apa yang telah terjadi? Kenapa ia tidak terlihat tenang ataupun kecewa?

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang