i had known that he had connected with me from the beginning [part 1]

14 6 0
                                    

Kami pergi ke Malioboro saat keesokan paginya. Banyak orang berlalu lalang di pinggir jalan yang padat merayap. Para penjual sibuk menawari dagangannya dengan harga beragam pada siapapun yang melewati kios mereka. Kami berdelapan yang telah mengarungi tiap sudut jalanan itu berhasil membawa pulang mulai dari oleh-oleh, makanan, hingga momen yang tidak terduga. Seperti Kak Raihan yang hampir terserempet becak saat hendak menyebrang, Eliza yang kurang pandai bernegosiasi justru mendapatkan barang dengan harga mahal, hingga Kak Ian yang digoda pengamen waria saat sedang menikmati gudeg Permata Bu Narti.

Tak aku sangka jika banyak hal-hal kecil yang dapat mereka tertawai. Dan kelucuan merekalah yang membuatku bisa merasa nyaman meski terdapat perbedaan usia dan angkatan diantara kami. Dengan bermodalkan kamera analog, aku berhasil mencetak segala momen di sana. Langit yang begitu biru, sederet kain batik yang tengah diperjual belikan, serta kucing kampung yang sedang menyantap ikan kering curiannya di bawah sepeda tua milik pedagang koran.

Kami pulang kembali ke hotel pada pukul 9 untuk persiapan sebelum ke acara art exhibition dua seniman terbaik nasional yaitu Eric Hardy dan David. Sebenarnya rencana awal kami yaitu kembali pada pukul 8 mengingat para perempuan pasti akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berdandan. Tapi rupanya itu hanyalah wacana, kami lupa waktu, sehingga aku, Eliza, dan Dhira mau tidak mau harus bersiap dengan secepat kilat sebelum para laki-laki mengomel dari balik pintu kamar.

Satu jam berlalu dan syukurlah kami sudah selesai dengan urusan berdandan mulai dari make up dan pakaian. Saat kami tiba di lobby, dimana para laki-laki menunggu, aku yang mengira mereka akan bersikap biasa saja, malah melakukan hal sebaliknya.

"Wah." Kak Felix melongo saat menemukan Eliza dengan dress selutut berwarna biru tua.

Sedangkan Kak Ruben, Kak Ian, dan Kak Raihan terlihat takjub dengan kehadiran Dhira yang begitu menawan dengan dress hitamnya. Ia memang terlihat sangat cantik dengan rambut dibuat bergelombang serta sentuhan tajam diujung matanya.

Dan aku sendiri harus banyak tersandung kecil beberapa kali karena pandangan Kak Ace terus menerus ditujukan padaku hingga membuatku gelisah sendiri.

"Oke, untuk berangkat kali ini Raihan ganteng yang akan menguasai jalan. Jadi tunggu di sini, gue mau ambil mobil."

Setelah Kak Raihan berlalu, aku memutuskan untuk duduk di samping Kak Ace karena lelaki itu terus mengode dengan tepukan pada sofa di sampingnya. Dan diwaktu yang bersamaan, Kak Ruben yang selalu memilih untuk banyak diam, justru memutuskan untuk bangkit dan menghampiri Dhira yang tengah mengobrol dengan Eliza.

Sayup-sayup bisa ku dengar lelaki itu berkata, "Boleh bicara sebentar?"

Dan ketika keduanya berjalan menuju ke area yang sedikit jauh dari lobby, Eliza yang heboh datang dan duduk di sebelahku kegirangan.

"Astaga, kamu lihat itu? Ruben ajak obrol Dhira! Pasti ngajak pacaran!"

"Emang Dhira beneran suka Ruben?" Tanya Kak Ace.

"Ya, lo lihat sendiri! Gak peka amat jadi cowok," omel Eliza kesal.

Kemudian Kak Felix menyusul duduk disebelah perempuan itu.

"Yang, kira-kira Ruben suka Dhira gak ya? Aduh, aku tuh agak kasihan sama dia." Eliza mengerucutkan bibirnya bimbang.

Kak Felix malah menghela napas panjang, "Gak tau deh. Aku agak ragu Ruben terima Dhira."

Tak hanya aku, namun Eliza dan Kak Ace juga menatap ke arah lelaki berambut pirang itu kebingungan.

"Kenapa?"

"Mantan terakhir Ruben yang bikin dia gini sekarang. Gak percaya diri dan gak mau membuka diri. Apalagi Dhira bukan orang biasa aja di angkatanmu kan? Pasti dipikirannya banyak cowok lebih pantas disukai Dhira ketimbang dirinya."

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang