he had not offered a ride

22 5 8
                                    

"Tadi gue chat, lo gak bales," ucapku seraya melangkah mendekat.

Namun, Kai hanya diam di samping motornya, tidak membalas sedikit pun. Hal itu tentu membuatku kebingungan.

Sebelum menaiki motornya, aku sempat sibuk dengan urusan mengenakan jaket. Dan terasa sekali dari ujung mata apabila sosok Kai terlihat memperhatikan, seolah menungguku selesai dengan urusan memakai jaket.

Beniat untuk memastikan, membuatku lantas mendongak dan menatapnya secara tiba-tiba. Dan saat kedua mata kami tertaut, Kai yang tertangkap basah buru-buru mengalihkan pandang ke arah lain. Sikapnya itu refleks membuatku mengulas senyum geli.

"Yuk," ucapku sebagai tanda bahwa aku telah siap.

Lalu ia menaiki motornya. Dan aku yang menyusul di belakang lantas mengambil posisi seraya memegangi pundaknya. Setelah aku berhasil duduk dengan nyaman, barulah Kai bersuara.

"Udah?"

"Udah."

Motor pun kemudian melaju melewati halaman serta gerbang belakang fakultas seni. Hening terus terjalin di antara kami, bahkan setelah melalui banyak gedung fakultas lain, juga taman dan air mancur besar kebanggaan universitas kami, tidak ada suara yang muncul. Membuatku yang canggung hanya bisa menggigit bibir bawah resah.

Hingga detik-detik hendak berbelok di perempatan traffic light, tiba-tiba saja Kai bersuara.

"Kita belum pernah kenalan langsung."

"Oh ya? Gue gak sadar," balasku.

"Iya."

"Yang penting kan udah kenal."

"Ya, tapi belum pernah kenalan langsung." Kai bersikukuh dengan opininya.

"Iya sih."

Bagiku itu tetaplah awal percakapan yang kaku dan aneh. Aku sempat berpikiran sepertinya Kai sama gelisahnya denganku akan kecanggungan diantara kami, sehingga yang muncul dibibirnya hanyalah basa-basi semata.

Sampai hal unik lain kembali bermunculan dari sosoknya.

"Kai."

Lelaki itu melepas tangan kanannya dari setir dan mengarahkannya padaku yang ada di belakangnya.

Ternyata dia benar-benar hendak mengajakku berkenalan secara langsung.

Aku yang bingung sekaligus panik jika motornya oleng lantas menyambut uluran tangan Kai.

"Kei."

Lalu sedetik kemudian, tautan tangan diantara kami lepas.

"Napa nama lo mirip nama gue?" Tanya Kai iseng.

"Lo sih ikut-ikut," sahutku.

"Dih, lo kali yang ikut-ikut."

"Lo anjir."

"Lo lahir bulan kapan coba?" Tanyanya.

"Oktober."

"Gue Januari, berarti lo yang ikut-ikut."

Aku berdecak sebal, "Terserah."

Kemudian terdengar samar apabila sosoknya terkekeh pelan.

"Rumah lo di sebelah mana?"

Dan topik obrolan kami langsung berubah seketika.

"Masih lurus, nanti belok kiri."

"Oke."

"Agak jauh gakpapa?"

"Emang kalau gue gak mau, lo gak masalah kalau gue turunin di pinggir jalan?"

Aku mendengus, "Ya gak gitu juga."

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang