this nightmare didn't happen [part 1]

30 7 1
                                    

Aku yang merinding refleks menurunkan posisi ponsel dan mematikan panggilan itu. Tubuhku kaku selama beberapa saat. Dengan pikiran kalut, aku berusaha mencerna serangkaian kejadian ini. Kehadiran laki-laki itu sungguh diluar perkiraan. Aku tidak mengira Adam akan bertidak sejauh ini. Mendatangiku pada hari menjelang malam di kampus yang sudah sepi hanya untuk meneror seseorang yang bahkan tidak dia kenali.

Pada detik menyadari langkah Adam yang kian mendekat, aku yang hanya ingin menghindar buru-buru beranjak ke arah yang berlawanan dengan keberadaan lelaki itu. Aku terus melangkah cepat meski tidak memiliki arah tujuan yang jelas. Melewati jalur acak yang bahkan tidak sempat ku pikirkan terlebih dahulu akan membawaku kemana. Saat ini yang terpenting adalah menghilang dari pandangan laki-laki itu dan bersembunyi. 

Setelah berhasil melewati tanah lapang kosong dengan secepat kilat sempat membuatku mengira bahwa Adam akan kehilangan jejakku atau memilih menyerah. Tapi saat menoleh, dapat ku lihat dengan jelas bahwa seorang laki-laki berjaket hitam itu tengah berusaha mengejarku dengan berlari melewati lapangan berumput di belakangku yang lengang.

Sesekali terdengar samar bahwa ia tengah memanggil-manggil namaku, "Keira! Berhenti!"

Ia benar-benar gila. Bahkan sampai detik ini pun aku masih belum bisa memahami isi pikirannya.

Aku yang panik langsung mempercepat langkahku menjadi sepenuhnya berlari. Entah sampai mana kedua kaki ini akan membawaku pergi, tapi aku benar-benar hanya ingin ditelan saja oleh bumi. Perasaan ini semakin kacau begitu menyadari apabila area yang ku lalui adalah bagian dari fakultas yang jarang dijamah oleh orang meski pada siang hari sekalipun. Hal itu membuatku semakin kesulitan ketika ingin meminta bantuan. Tidak ada satu orang lain pun di sana.

Rasanya aku ingin menangis saking frustasinya. Mendadak aku menyesal karena memilih lari pada jalur acak yang sepi tanpa sempat berpikir panjang. Seharusnya aku langsung pergi saja ke area dekanat atau ruang BEM yang setidaknya masih berpenghuni sampai malam. Namun nasi sudah menjadi bubur. Rasa panik yang menguasaiku pada detik pertama membuat pikiran ini tidak bisa berpikir jernih selama beberapa saat.

Langit sudah sangat gelap, begitu pula dengan area kampus yang mulai redup, hanya dihiasi beberapa lampu taman remang yang bahkan beberapa sudah berkedip-kedip rusak. Selaku mahasiswa baru yang belum ada seminggu berkuliah, tentu masih ada beberapa tempat yang masih terlihat asing, namun juga ada beberapa yang familiar karena menyisakan kenangan membekas.

Melihat gedung museum art gallery prodi seni rupa dari kejauhan saja sudah membuat hatiku sedikit lega. Meski sedikit mustahil, tapi aku berharap masih ada beberapa orang lembur yang bisa membantuku. Aku buru-buru berbelok menuju ke arah sebuah jalan tercepat yang akan membawaku ke sana. Tapi sial, meski sudah berusaha berlari sekuat mungkin, kedua tungkai yang sudah terlanjur lemas ini tetap kalah saing dengan langkah gesit Adam.

Saat menoleh lagi, terlihat dari jarak kami yang sudah sangat dekat membuat tangannya bergerak berusaha menggapaiku. Pada akhirnya aku pun terpaksa memperlambat langkah saat napas ini sudah sangat berat. Dan disaat aku lengah, tangan Adam langsung mencengkram pergelangan tanganku kuat hingga membuat langkahku tertahan.

"Stop!"

Aku yang terhenti langsung berusaha menarik kembali tanganku sekuat tenaga seraya mengambil jarak menjauh.

"Lo ngapain sih di sini?"

Aku memegangi pergelangan tangan kiriku yang sedikit perih karena tercakar kuku lelaki itu. Sesekali ku pandangi area sekitar dengan penuh harap supaya ada satpam atau mahasiswa lain yang menemukan kami.

"Mana orang yang namanya Ace itu?!"

Ia tampak berbeda dari terakhir kali yang ku kenal. Rambutnya dipotong cepak, wajahnya pucat, guratnya seperti tengah menunjukkan emosi, namun sorotnya tak jelas, terkesan kosong, hampa. Napasnya yang menggebu-gebu pun beradu dengan milikku yang tak kunjung netral. Mungkin secara sekilas ia terlihat normal, tapi entah mengapa ada sesuatu yang membuat gelagatnya menjadi aneh. Bahkan saat aku masih berhubungan dengan dirinya, ia hampir tidak pernah membentakku, apalagi menyudutkanku sampai sejauh ini.

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang