his words were not interrupted [part 1]

24 5 2
                                    

Keesokan harinya pun datang juga. Aku yang seusai kelas mata kuliah wajib bahasa inggris dapat ditemukan tengah merapikan diri dengan posisi menatap pantulan wajah di cermin toilet. Setelah menghabiskan waktu selama belasan menit untuk menata rambut dan mengulas kembali liptint yang sudah hilang ronanya dibibir, aku lantas tersenyum sekilas untuk diriku sendiri. Namun saat menyadari ada hal yang aneh, membuat senyumku langsung lenyap seketika.

"Kenapa gue harus dandan ya? Padahal kan cuma mau ketemu Kai," gumamku.

Sedetik berikutnya, karena merasa kesal dengan sikap sendiri, aku lantas bergerak memasukkan liptint dan beberapa barangku kembali ke dalam tas dengan gerakan kasar. Selanjutnya aku pun berjalan keluar dari area toilet menuju ke arah gedung dimana laboratorium keramik seni kriya berada.

Ketika tinggal beberapa meter lagi sebelum menyentuh pintu laboratorium yang sempat aku datangi sebelumnya, sempat aku temukan sosok Kak Leon tengah berjalan keluar dari ruangan tersebut dengan posisi membelakangiku. Tentu kepergiannya yang bersamaan dengan kedatanganku membuatku sedikit bertanya-tanya. Lagipula setelah melihat jam pada ponsel, aku baru menyadari apabila aku datang 30 menit lebih awal dari janji yang seharusnya.

Apakah tidak apa-apa? Akankah kehadiranku menganggu kinerja orang-orang seni kriya di sana?

Namun ketika sedang berpikir resah seorang diri, suara ramai dari koridor sebelah membuatku yang penakut ini lantas memilih untuk berjalan cepat menuju ke laboratorium seni keramik. Ah, enggan sekali aku bertemu sekumpulan senior menyeramkan seperti sebelumnya, apalagi jika itu aku temukan dari jurusan lain yang tampak sangat asing bagiku. Maka dari itu setelah tiba di depan pintu ruangan, aku buru-buru menggeser pintunya dan masuk tanpa sempat mengucapkan salam atau menengok ke dalam.

Begitu pintu tertutup sempurna, aku lantas membalikan badan. Dan bertapa terkejutnya aku saat melihat Kai yang berpakaian kaos dalam berwarna putih tanpa lengan tengah menatapku dengan raut kaget, seolah tidak menyangka terhadap kehadiranku yang sangat tiba-tiba. Atasannya yang terlihat sedikit terbuka tersebut membuatnya menjadi terkesan keren dan manly. Hal itu sempat membuatku yang tidak menyangka sempat hilang fokus sesaat, hingga pada detik berikutnya aku langsung mengalihkan pandang dengan raut canggung.

"G-Gue kecepetan d-dateng ya?"

Kenapa tiba-tiba aku salah tingkah?

Kai yang juga sama canggungnya ketika menyadari pakaiannya yang begitu tidak biasa lantas berusaha menarik sebuah kain kotor untuk menutupi tubuhnya.

"L-Lumayan."

Kemudian ia berdeham pelan seraya menatap sesuatu yang lain.

"AC-nya mati, j-jadi gue—"

"Gakpapa! Gakpapa, sumpah."

Enggan mendengar lanjutan kalimatnya karena merasa malu sendiri, membuatku tanpa sadar malah membalas ucapan Kai terlalu nge-gas sampai tidak sengaja memotongnya.

"Oke, b-bentar."

Kai bergerak mengambil kaosnya di dalam tas dan kemudian menghilang dibalik salah satu bilik. Tak lama kemudian, ia pun keluar dari sana dalam keadaan terbalut kaos hitam.

"Mau mulai sekarang?" Tanyanya kepadaku yang sempat mematung.

"O-Oh, ya. Boleh."

Kemudian ia mengambil sebuah apron dari balik sebuah lemari dan menyerahkannya kepadaku.

"Pakai."

Aku menerimanya dengan gerakan lamat. Disaat Kai tengah sibuk sendiri mengambil beberapa alat dan bahan, aku pun mengedar pandangan ke sekitar dengan raut kebingungan.

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang