you didn't promise me a painting

25 6 0
                                    

Disaat yang bersamaan, sebuah bunyi bahwa ada orang yang berhasil memasuki ruang menyeruak diantara hening yang terjadi diantara kami.

"Yah, orangnya udah balik. Kalau gitu, selamat berjumpa dilain waktu ya, uhm, maba."

Kemudian pintu yang telah terkunci secara otomatis terdengar, disusul dengan nyaringnya suara Kak Ace memanggil namaku dengan nada bahagia.

"Keira, sini deh! Bantuin aku bawa barang! Aku juga bawa pisang goreng coklat keju enak langgananku. Pasti kamu bakal keta—"

Sosoknya yang muncul di belakangku lantas menghentikan kalimat begitu melihat pemandangan canggung di hadapannya. Tentu saja, aku sudah yakin ia akan memasang wajah seperti itu. Kaget pada awalnya, dan berakhir dengan sorot tajam saat menatap perempuan itu.

"Lo ngapain di sini?" Pertanyaannya ditujukan untuk seseorang bernama Natalie itu.

"Cari lo. Tapi malah adanya cewek baru lo."

Kak Ace meletakkan barang-barangnya ke lantai, kemudian berjalan ke arah Natalie dan menarik lengannya paksa, "Keluar." Suara yang ia keluarkan berat, membuatku panik jika suatu saat ia akan meledak.

"Santai aja dong, Ace. Gue mau minta maaf ke elo soal kemarin!"

Natalie berusaha menahan dirinya supaya tinggal. Tapi Kak Ace yang enggan mendengar terus menarik lengannya kuat, "Gak ada yang perlu dibahas. Buruan keluar atau gue telpon Bas sekarang."

"Up to you. Kalau lo lakuin itu, yang bakal kena juga lo." Mendengarnya, Kak Ace menghentikan aktivitasnya, dan genggaman itu perlahan longgar. "Tapi kayaknya luka lo yang kemarin juga udah kering. Apa mau ditambah yang baru?" Natalie terkekeh seraya menarik kembali tangannya, membuat Kak Ace bungkam, tanda emosi sudah dipuncak.

Lemas. Tubuhku lemas.

Meski hanya memandangi mereka dengan jarak, tapi suasana mencekam yang terjalin membuat pikiranku runyam. Pendengaranku lelah mendengar segala ocehan nyaring itu. Seperti suara ketel saat suhu panas menekan udara didalamnya, berisik. Aku pikir akan terjadi perkelahian yang tak diharapkan selanjutnya. Tapi tak lama kemudian, perempuan itu kembali berkata.

"Oke sorry sorry, gue gak bermaksud gitu. Tapi lebih baik lo jujur ya Ace, kasian noh cewek lo yang baru belum apa-apa udah dibohongin. Kalau gitu, gue cabut dulu."

Akhirnya badai telah usai.

Kepergiannya pun meninggalkan suasana canggung diantara kami berdua. Meski merasa bersalah terhadap Kak Ace, namun diam-diam aku juga sedikit berharap Kak Ace menjelaskan terkait apa yang Natalie jelaskan sebelumnya. Ah, aku bahkan seenggan itu memanggilnya dengan embel-embel 'Kak' meskipun yakin jika ia lebih tua dariku.

Setelah menghela napas panjang dan memijat pangkal hidungnya selama sesaat, Kak Ace pun kembali memungut barang-barangnya yang tergeletak dilantai. Lalu, aku mendekat, berusaha membantunya membawakan sebuah plastik berisikan makanan.

"S-Sini Kak biar aku bawain."

Ia menyunggingkan senyum tipis, tapi masih tidak ingin menatapku, "Makasih."

Setelah itu ia berlalu menuju ke bilik penyimpanan dengan sebuah box berisikan vacuum cleaner. Sedangkan aku yang membuka isi plastik hitam langsung tahu jika itu merupakan pisang goreng coklat keju yang sempat ia sebutkan sebelumnya. Aku membawanya ke arah sofa depan televisi dan meletakkan plastiknya di atas meja.

Tidak ada yang bisa ku lakukan saat ini karena suasana hati Kak Ace benar-benar sedang buruk. Bahkan ia memperlambat gerakannya saat berkutat pada rak berisikan peralatan itu. Sepertinya butuh waktu supaya membuatnya menjadi lebih baik. Maka aku memilih untuk menyibukkan diri dengan mengecek isi pesan dari grup teman-teman kelasku.

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang