Malam di Lembah kematian

93 14 2
                                    

Jerome menghidupkan api unggun dari kayu kayu yg telah dikumpulkan adek adeknya. Mereka berempat duduk melingkar.

Jerome melirik ke arah gadis gadis yg sedang memasang tenda. "Apa kalian butuh bantuan?" Teriak Jerome.

Yeji yg mendengar teriakan dari Jerome menggeleng. "Tidak.... Kami bisa kok" Balasnya yg juga berteriak.

Jerome hanya mengangguk mengiyakan.

"Bang, kenapa sih abang harus bawa bawa mereka?" Tanya bumi yg masih kesal.

"Lebih banyak lebih bagus, bumi.. Lagian kita juga berhutang budi dengan yeji.." Jelas Jerome dengan pelan.

"Iya, bumi.. Jika tidak karena obat nuna yeji kita bakal kehilangan adek kita.." Sambung savero.

Bumi menghela nafas dalam. "Terserah lah.."

"Maksud abang, wanita itu yg beri obat untuk hyuka?" Tanya tristan yg sedari tadi bingung.

"Iya.. Obat itu awalnya milik yeji dan ia memberikan ke abang.. Dan sekarang obat itu tidak ada lagi.." Ucap Jerome sembari menunduk.

Savero meremas poni nya pertanda stressnya muncul lagi. Ia menghembuskan nafas kasar. "Apa yg harus kita lakukan lagi, bang? Gua takut bang.." Saut savero dengan suaranya yg mulai serak.

Bumi menoleh ke abang nya itu. Ia duduk lebih dekat dengan savero. Ia menepuk pelan paha savero. "Abang.. Jangan hilang harapan, pasti ada jalannya.." Ucap bumi mencoba menenangkan.

Jerome kembali memutar otaknya, ia tak menemukan jalan keluar dari permasalahan mereka. Namun ketakutan selalu menghantui nya. Melihat adek adeknya stress membuat Jerome jauh lebih stress. Jerome hanya bisa mendesah pelan. "Yang di bilang bumi benar.. Kita tidak boleh kehilangan harapan.. Mari kita berjuang untuk hidup.."

Tristan pun mendekati ke abang tertua mereka. "Abang, tristan percaya sama abang.. Dan tristan akan membantu abang apapun yg terjadi.." Ucapnya sembari menggenggam tangan Jerome.

Jerome menatap mata tristan yg terlihat penuh keyakinan. "Iya, tristan.. Tidak terasa lu udah gede aja ya.."

Tristan tertawa canggung. "Ya iyalah bang umur gua 18 tahun sekarang.."

Jerome pun juga tertawa. "Oh iya ya.. Abang lupa.. Maaf ya.."

Tristan hanya tersenyum. "Enggak apa apa bang.."

Jerome melihat savero dan bumi. "Kalian beristirahat lah, besok pagi pagi kita lanjutkan.."

"Iya, bang.." Jawab savero malas.

Mereka mengembangkan tikar ke tanah lapang. Bumi, savero dan tristan tidur berdempet dempetan agar terasa hangat.

Jerome tersenyum sendu melihat adek adeknya yg tidur.

"Ekhemm..." Deheman seseorang mengalihkan atensi Jerome.

Jerome menoleh ke samping, telah berdiri yeji dengan jaket tebalnya.
"Yeji, kenapa belum tidur?" Tanya Jerome.

Yeji menggeleng pelan. "Sudah aku coba tapi tetep aja nggak mau tidur.. Aku boleh gabung kan?"

Jerome melihat yeji lalu tersenyum tipis. "Hmm.. Boleh". Kemudian ia kembali melihat api unggun.

Yeji duduk di samping Jerome namun tak terlalu dekat. Yeji memperhatikan wajah Jerome yg tampak lelah dan banyak pikiran. "Apa kamu lagi banyak masalah? Kalo kamu tak keberatan, aku bisa jadi pendengar yg baik.." Ucap yeji sembari tersenyum tulus.

Jerome menoleh ke arah yeji. "Gua.. Gua memikirkan bagaimana cara keluar dari pulau ini secepatnya? Gua nggak nemu solusinya dan juga gua harus cepat cepat membawa adek bungsu gua yg lagi sakit.. Kepala gua udah berasa mau pecah.."

Moment Of Alwaysness (MOA) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang