Tuhan, terserah pada-Mu

109 20 5
                                    

Angin berhembus sepoi sepoi memasuki jendela kamar hyuka. Hyuka menatap jendela kamar yg telah dipenuhi salju salju. Tatapannya kosong dan hampa. Rasanya seperti tak ada lagi yg bisa dirasakannya. Hyuka bahkan tak menangis lagi. Ia diam dan tak bergerak sembari memandangi salju yg masih setia turun. Dalam keheningan itu, hyuka kembali mengingat masa masa kecilnya dengan abang dan kakaknya. Perasaan disayangi dan dilindungi membuat ia tersenyum dan menangis berbarengan.

"Aku rindu pelukan hangat abang vero dan bang jerome.. Aku rindu perhatian kak bumi dan kak tristan... Namun sekarang yg aku dapati hanya kesakitan dan kekecewaan yg mendalam.. Ini sangat menyakitkan bagiku.. Aku telah kehilangan semuanya bahkan diriku sendiri..." Batin hyuka sendiri.

Hyuka memeluk dirinya sendiri. Ia menutup matanya menahan perih dan sesaknya hatinya. "Dunia ini sangat kejam untuk aku yg lemah...." Gumam hyuka lirih.

"Kriieeet..."

Suara pintu terbuka menyadarkan hyuka yg hampir terlelap. Ia menghela nafas lelah. "Zie, aku sudah bilang ke kamu kan? Tinggalkan aku sendiri.."

Namun tak ada jawaban sama sekali.

Hyuka dengan berat hati berbalik dan seketika matanya langsung bersitatap dengan seorang wanita yg sangat cantik dengan kulit seputih salju dan berambut putih sedikit pirang. Hyuka segera mendudukan dirinya dan menatap bingung wanita itu.

"Maaf, anda siapa?" Tanya hyuka ragu ragu.

Wanita itu menarik kursi dan duduk di di hadapan hyuka. Hyuka bertambah bingung dengan apa yg dilakukan wanita itu. Wanita itu tersenyum penuh arti kearahnya.

"Anakku..." Panggil wanita itu merdu dan lembut seperti angin di musim panas.

Hyuka tersentak mendengar ucapan wanita itu hingga air matanya tergenang yg siap tumpah. "Apa maksud anda? Saya tidak mengerti.."

Wanita itu masih dengan senyumannya, ia mengangkat tangannya perlahan dan menyentuh pipi hyuka dengan kelemahlembutan. "Sayang, ini ibu.. Aku ibumu, nak.."

Hyuka mengernyit tak mengerti. "Ibu..? Anda, ibu saya? Maaf sepertinya anda salah orang?" Ucap hyuka sembari menepis tangan wanita itu di pipinya.

Wanita itu sedikit tersentak dengan perlakuan hyuka. Ia menjauhkan kembali tangannya. "Griffin Hyuka, itu nama mu kan nak? Nama itu ibu yg memberikannya.." Ucap wanita itu dengan senyumannya yg paling tulus.

Hyuka segera menjauh hingga badannya sampai ke tepi jendela. Ia menggelengkan kepalanya tak percaya. "Jadi aku, aku benar-benar anak yg di buang? Kenapa anda tega memperlakukan hal sekejam itu ke saya? Anda tak pantas dipanggil ibu.." Ucap hyuka dengan suaranya yg telah parau.

Wanita itu tersenyum sendu kearah anaknya yg sangat ia rindukan selama tiga belas tahun itu. Seperti yg hyuka bilang ia memang tak pantas dipanggil seorang ibu, karena ia menelantarkan anaknya disaat umur empat tahun dan memberikannya ke manusia. Semua itu ia lakukan untuk melindungi kekuasaannya sebagai Ratu. "Sayang, ibu tahu kamu pasti kecewa dengan ibu.. Tapi nak, ibu terpaksa melakukannya.. Ini juga berat bagi ibu.."

Hyuka tersenyum miris. "Kalo begitu, tolong jelaskan ke saya? Kenapa?" Ucap hyuka dengan marah.

Valencia mencoba meraih tangan hyuka namun hyuka segera menepis nya.
"Maafkan ibu, nak" Ucap Valencia pelan.

Hyuka menatap kecewa Valencia. Air mata yg ia tahan sedari tadi akhirnya berjatuhan. Nyeri didadanya sangat sakit hingga ia merasakan sesak yg teramat. Hyuka meremas dadanya kuat kuat. "Jika aku tahu begini, seharusnya ibu tidak melahirkan aku saja... Jika aku hanya beban bagi ibu, seharusnya ibu membunuhku saja sedari aku kecil..."

Moment Of Alwaysness (MOA) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang