Hari ke tiga 👣

82 18 7
                                    

Matahari telah menampakkan cahaya perlahan-lahan memasuki kedalaman hutan. Semua adek kakak raffandra itu telah bangun lebih cepat biasanya. Mereka sudah tak tahan untuk berlama lama disini.

"Bang, kan kita udah sarapan.. Yuk lanjut aja lagi.." Ucap bumi tak sabaran.

"Iya bumi.. Kita pasti lanjut.. Lu sabaran dikit napa sih?" Ucap jerome yg sudah terbawa emosi.

Jerome menoleh ke tenda yeji dan junior nya, dilihatnya mereka sedang merapikan tendanya lagi. Merasa diperhatikan yeji menoleh kebelakang. Lalu tak sengaja mereka bersua mata lagi. Yeji tersenyum tulus sedangkan Jerome mengangguk.

"Abang..?" Panggil savero tiba tiba.

Jerome segera mengalihkan perhatiannya ke savero. "Iya, vero.."

"Abang, ada perasaan ya sama nuna yeji?" Tanya savero sembari memperhatikan ekspresi Jerome.

Jerome menggeleng pelan. "Tidak sama sekali.."

"Baguslah.. Gua nggak ngelarang abang baik ke siapapun.. Tapi gua nggak bakal setuju kalo abang menaruh hati dalam keadaan nggak jelas seperti ini.." Jelas savero.

Jerome menghembuskan nafasnya. "Iya ya... Tenang aja.. Bagi abang, kalian lebih berharga dari pada diri abang sendiri.."

"Gua harap abang nggak mengecewakan kami.." Sambung tristan yg telah bersiap.

Jerome memandangi adek adeknya satu persatu lalu tersenyum tulus. "Kalian bisa percaya sama abang.."

Jerome melirik lagi ke arah tiga wanita yg telah bersiap. "Yeji..?" Panggil Jerome sedikit berteriak.

Yeji menoleh lagi ke asal suara. "Iya, kami akan kesana.." Balas yeji juga ikut berteriak.

Yeji, ryuji dan cahya buru buru menyelesaikan semuanya lalu menghampiri para bujang raffandra.

"Baiklah.. Kita lanjutkan lagi.." Ucap Jerome yg memimpin.

Savero dan Jerome berjalan terlebih dahulu, mereka hanya mengikuti insting mereka saja. Bumi dan tristan mengikuti di belakang sedangkan paling di belakang ada yeji dan adek junior nya.

Mereka mengikuti jalan setapak yg semakin lama suasananya semakin seram. Padahal masih siang namun seperti senja. Cahaya matahari sangat minim dan udara semakin menusuk. Lumut lumut hijau mendominasi hutan tersebut, tanaman tanaman rambat bergelayutan dan sangat lembab.

"Bang, ini kita kemana sih?" Tanya bumi yg tidak tahan dengan kesunyian.

Jerome meletakkan jarinya di bibirnya. "Ssssttt... Perasaan gua nggak enak.. Jangan pernah lengah."

Savero merafalkan mantra dan munculah panah serta busur ditangannya. "Biasanya ditempat tempat seperti ini banyak binatang melata loh bang.."

Jerome mengangguk. Matanya liar memerhatikan ke sekeliling nya.

Tristan mengaktifkan kekuatan matanya, ia mendeteksi ke segala arah. Dan benar saja, beberapa meter dari mereka ada ribuan monster ular anaconda.
"Berhenti.." Ucap tristan pelan namun lantang.

Sontak semuanya berhenti. Bumi yg ada di dekat tristan langsung menyentuh adeknya itu. "Ada apa tristan?" Tanya nya cemas.

Sontak semuanya berhenti dan menghadap tristan.

Tristan menghela nafas pelan dan melihat kedua abangnya yg sedang menanti ia bicara. "Abang Jerome.. Bang vero.. Sekisaran satu kilometer dari sini, ada sarang ular anaconda dengan berbagai ukuran dan mungkin saja ada induknya juga.. Bagaimana bang, kita putar arah atau tetap melanjutkan?"

Savero lekas memotong walau ia tahu abang tertua mereka akan menjawab pertanyaan tristan. "Tetap lanjutkan.. Semakin cepat semakin baik.. Kalau bisa hari ini juga kita pulang.." Jawab savero tegas.

Moment Of Alwaysness (MOA) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang