Sakit

168 21 3
                                    

Jay melirik jam tangan yg melingkar di tangannya. Jam delapan malam lewat. Jay berlari kecil menuju rumah hyuka. "Hyuka, pasti nunggu lama nih.. Lihatlah, nanti pasti ngambek tu bocah.." Gumamnya lirih.

Setelah beberapa menit Jay akhirnya sampai di halaman rumah hyuka namun kaki nya terhenti melihat abang dan kakak hyuka yg berdiri di depan pintu. Jay diam, tak tahu harus maju atau pulang saja. Di tangannya sudah ada ramen dan tonkatsu. "Gua pulang aja dah.. Kayaknya kurang tepat aja kalo gua nimbrung sekarang.." Ucapnya sendiri.
Jay melirik kantong kresek yg ia tenteng lalu ia menghela nafas pelan. Tanpa pikir panjang lagi Jay berputar kepala dan pulang ke rumah pohonnya.

Di sepanjang perjalanan Jay berulang kali menghela nafas. Perasaannya jadi kacau dan sedih. Namun ia bingung juga gimana cara menghilangkan nya. Jay melihat ke arah bulan purnama yg bersinar terang. "Gua benar-benar kesepian ya.." Lirih nya sendiri.

Jay melanjutkan perjalanannya hingga sampailah ia di rumah pohonnya. Ia hidupkan lampu dan meletakkan ramyeon dan tonkatsu nya ke dapur. Jay melihat ke sekeliling rumahnya. Benar benar sunyi dan hampa. Ia menghela nafas lagi dan masuk ke kamarnya. Jay menghempaskan badannya diatas kasur yg tak terlalu empuk tempat ia dan hyuka tidur berbarengan.

Jay menutup matanya dan menangis dalam diam. Semakin lama ia semakin membenamkan wajahnya ke bantal dan terlelap sendiri karena kelelahan.

🌴🌴🌴

Jerome segera merebahkan savero yg masih membuka matanya. Jerome cemas karena tatapan mata savero yg kosong. Ia menepuk pelan pipi savero. "Vero...!!! Vero...!! Lu denger suara abang.. Hei.."

Yeji yg melihat savero yg tak merespon. "Jerome izinkan aku memeriksa adek mu"

Jerome menoleh ke yeji dan memberi ruang untuk yeji. Ia mengangguk mengiyakan.

Yeji membuka paksa kemeja savero lalu ia menemukan kulit savero ruam dan melepuh. Yeji segera melukai tangannya dan munculah peralatan medisnya.

"Apa yg kamu lakukan?" Tanya Jerome khawatir.

"Adekmu terpapar bisa ular.. Ini tidak membahayakan karena ia tidak digigit langsung.. Namun karena ini ular yg bisanya sangat beracun bisa mengakibatkan kulitnya ruam dan melepuh.. Makanya aku berniat membersihkan dan oleskan salep ini.." Jelas yeji yg notabene sebagai kepala lab kimia.

Jerome mengangguk. "Tolong selamatkan adekku.." Ucap Jerome memohon.

Yeji tersenyum mengangguk mengiyakan. Yeji telaten membersihkan ruam ruam yg ada di dada dan punggung savero yg tentunya dibantu oleh Jerome setelah itu yeji memberikan salep ke Jerome. "Jerome, oleskan saja ini ke kulit yg lebamnya.. Dalam beberapa hari akan sembuh namun pasti ada rasa kurang nyaman atau bisa juga nanti ia demam."

Jerome segera mengambil salep yg diberikan yeji. Jerome melihat wajah savero yg kesakitan. Ia memfokuskan dirinya untuk mengoleskan salep ke semua ruam yg ada di tubuh savero.
Setelah selesai dan savero telah menutup matanya, Jerome berdiri dan menatap yeji yg juga memandanginya. "Terimakasih... Terimakasih banyak yeji.. Gua nggak tahu lagi harus bilang apa ke kamu... Gua sangat berhutang budi ama kamu.. Seandainya gua nggak kenal ama kamu, gua nggak tahu ke siapa lagi gua minta bantuan.." Ucap Jerome terputus putus. Ia rasanya ingin menangis namun ditahannya sekuat tenaga.

Yeji yg paham apa yg dirasakan jerome, ia langsung memeluk Jerome. Yeji menepuk pelan punggung Jerome dan Jerome membenamkan wajahnya ke bahu yeji. Pertahanan nya runtuh, air matanya menetes deras.

Moment Of Alwaysness (MOA) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang