Abang dan kakak hyuka telah sampai di ruangan intensif. Mereka ingin sekali menemui hyuka, namun dokter melarang mereka untuk masuk jadi terpaksa mereka hanya bisa melihat melalui jendela.
Mereka memandangi hyuka yg terlelap di ranjang rumah sakit. Masker oksigen menutupi sebagian wajah hyuka dan selang infus yg bersarang di tangan kanannya. Sungguh itu pemandangan yg sangat menyakitkan bagi mereka berempat. Dan lagi tanpa mereka sadari, air mata mereka berjatuhan lagi melihat adek mereka yg selalu tersenyum sekarang terbaring lemah bahkan sekarang dibantu oleh alat alat rumah sakit untuk bertahan hidup.
"Abang..." Panggil bumi lirih.
Jerome dan savero segera menoleh ke bumi yg sedang menatap hyuka dari balik jendela. "Iya, bumi.." Jawab Jerome.
"Abang.. Kita rahasiakan sampai kapanpun kenyataan ini ya kak dari hyuka.. Kalau bisa sampai kita matipun, hyuka tidak boleh sampai tahu.." Ucap bumi.
Jerome mengangguk. "Iya, selamanya hyuka akan tetap jadi adek kita.."
"Iya.. Kita akan menyimpannya rapat rapat. Gua nggak bisa membayangkan betapa sedihnya hyuka nanti jikalau dia tahu kalo dia bukan saudara kandung kita.. Itu hal yg paling menakutkan dalam hidup gua bang.. Melihat senyuman hyuka menghilang.." Ucap Tristan yg sudah susah payah menahan sedihnya.
"Ingat nggak dulu.. Waktu mommy membawa hyuka kecil pertama kali.." Ucap savero sembari tersenyum.
"Iya, gua ingat banget bang.. Waktu pertama kali ia datang kerumah ia hanya setinggi dada gua.." Ucap bumi.
"Kalo sama abang, dia setinggi pinggang abang.." Saut Jerome juga.
"Sekarang bahkan dia lebih tinggi dari kita bertiga.." Jawab Tristan.
"Pertama kali dalam hidup gua.. Gua merasa bahagia banget bertemu dengan anak berkulit putih seperti tepung dan pipinya yg semerah delima.. Hyuka yg tersenyum senang lalu memanggil kita abang dan kakak.. Ia selalu menunggu kita pulang sekolah dan berlari menghampiri kita walau terkadang ia jatuh dan kambuh lagi.. Namun ia tak pernah mengeluh dan selalu menampilkan senyumannya... Ia yg tak pernah melawan.. Ia yg selalu mengalah... Bahkan terkadang ia lebih kuat dan dewasa dari pada kita berempat.. Ia yg selalu mementingkan kita terlebih dahulu barulah dirinya.." Jelas savero pelan.
Bumi membawa tubuh savero lalu memeluknya. "Iya, gua tahu.. Lu sayang banget ama hyuka.. Tapi kita harus tetap kuat ya.. Lu jangan lemah gini.. Nanti adek jadi sedih.."
Savero mengangguk mengiyakan. "Hhuuuhmmm.. Gua nggak akan nangis lagi.. Gua akan melindungi hyuka apapun yg terjadi.."
🌴🌴🌴
Keesokan paginya mereka berempat masih memperhatikan adek mereka melalui jendela. Mereka bergantian tidur dan bergantian melihat hyuka. Memperhatikan layar monitor EKG yg berbunyi dan memperhatikan hyuka yg menghembuskan nafas.
Jerome dan savero sedang tertidur dikursi tunggu. Sedangkan bumi dan tristan yg setia berdiri didepan jendela. Bumi tak melepaskan matanya sedikitpun dari wajah hyuka. Matanya menangkap pergerakan kecil hyuka. Hyuka yg mengejapkan matanya lalu melihat ke sekeliling.
Tristan pun melihat hal itu. Ia segera menyenggol siku bumi. "Kak bumi.. Hyuka sudah bangun.."
Bumi mengangguk lalu segera berlari menghampiri jerome dan savero yg tidur. "Abang.. Abang... Adek udah bangun.." Panggil bumi sembari menepuk kedua paha abangnya.
Jerome dan savero langsung terbangun.
"Adek bangun?" Tanya savero."Iya, adek bangun.." Jawab bumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moment Of Alwaysness (MOA)
Fantasía⛔Warning Ceritanya tak sewarna warni covernya!!! Berawal dari sifat penasaran hyuka yg memungut buku aneh yg dia temukan, buku itu malah membawa dirinya dan saudara-saudara yg lain ikut terancam nyawa? "Akankah mereka menemukan harapan di tengah...