Tidak bisa hidup tanpamu

111 19 2
                                    

Hyuka menatap nanar ke empat saudaranya yg bukan saudaranya lagi. Hyuka sekuat tenaganya berdiri dan berhadapan dengan mereka.

"Adek...!!!" Panggil savero terkejut dengan perubahan adeknya. Savero berlari menghampiri hyuka yg masih menatapnya.

Savero menyentuh pipi dan rambut hyuka. "Apa yg terjadi, hyuka? Rambut adek kenapa berubah warna? Adek baik baik aja kan?" Tanya savero sangat cemas.

Hyuka diam membisu, ia ingin bersuara namun ia tak mampu. Hatinya terlalu sakit. Hyuka menyentuh tangan savero dipipinya lalu menjauhkannya. Hyuka mundur beberapa langkah dari savero. Ia mengalihkan pandangannya dan tersenyum tipis. "Aku baik baik saja..." Ucap hyuka pelan dengan suaranya bergetar.

Savero bingung dengan sikap adeknya itu, ia maju selangkah lagi. Tangannya terulur untuk menyentuh namun hyuka menepisnya lagi. "Adek, kenapa menjauh dari abang?" Tanya savero sedih.

Jerome yg melihat keanehan hyuka langsung mendekati hyuka. "Hyuka, apa yg terjadi padamu?"

Hyuka tersenyum tipis. "Tidak apa apa.. Tidak ada yg terjadi padaku.." Saut hyuka sangat pelan. Ia membalikan badannya lalu berjalan ketepi tebing. Setelah selangkah dari tepi tebing itu, hyuka berhenti.

"Bang vero, hyuka kenapa? Dia bersikap aneh?" Tanya bumi bercampur bingung dan cemas.

Savero hanya diam namun matanya tak lepas memperhatikan hyuka.

Tristan segera menghampiri hyuka. Mereka saling tatap. "Hyuka.. Kamu kenapa, hmm? Kalo ada apa apa itu ngomong... Jangan diam saja seperti ini.." Ucap Tristan penuh penekanan.

Hyuka menghela nafas berat lalu ia menata hatinya terlebih dahulu agar ia tak menangis lagi. "A-aku telah mengetahui apa yg abang dan kakak rahasiakan selama ini... Semuanya..." Ucap hyuka tenang.

Seketika hening sebentar. Hanya desiran angin yg berhembus serta deru ombak dibawah tebing.

Hyuka menatap sendu jerome savero dan bumi. Sekuat apapun ia menahan air matanya tak jatuh tetap saja itu mustahil. Hyuka kembali menangis untuk sekian kalinya hari ini.

Sekarang Jerome paham apa yg dimaksudkan hyuka. Semuanya terpampang jelas dari ekspresi hyuka yg terluka dan air matanya yg jatuh. Jerome segera berlari menghampiri hyuka dan menggenggam tangan dingin itu. Jerome menggelengkan kepalanya. "Adek... Apa yg dibilang orang lain itu tidak benar, hmm.. Jangan dengarkan orang lain... Percaya sama abang, adek itu adek abang hm.."

Hyuka mengernyit tak suka. "Berhenti membohongi ku.." Teriak hyuka sembari menghempaskan tangan Jerome di tangannya.

Jerome sempat terkejut dengan reaksi hyuka. Namun ia lebih khawatir dengan hyuka. Ia menatap hyuka penuh kasih sayang berharap adeknya itu sedikit lebih tenang.

Hyuka segera menghapus air matanya. "Seharusnya dari awal kalian jujur saja padaku.. Dari kecil aku sudah curiga namun aku selalu mempercayai ucapan abang dan kakak.. Aku menulikan telinga ku dan menguatkan hatiku sendiri.. Tapi apa? Kepercayaan ku dikhianati... Aku benar-benar kecewa... Ini sangat menyakitkan bagi ku..." Ucap hyuka sembari terisak. Ia berkali kali menghapus air matanya yg jatuh.

"Walaupun itu benar... Semua itu tidak merubah apapun... Hyuka akan tetap jadi adek bungsu abang dan kakak.. Rasa sayang abang nggak akan berkurang buat adek..." Ucap Jerome penuh kelembutan.

"Abang.. Pergilah.. Aku tidak mau bertemu dengan kalian lagi.. Aku butuh waktu dan aku hanya ingin sendiri.." Balas hyuka tanpa ekspresi. Ia kembali berbalik dan menatap lautan lagi.

Semuanya terdiam namun tidak dengan bumi yg sedari tadi menahan emosinya. Bumi mendekati hyuka tanpa aba aba lalu ia menarik tangan hyuka hingga hyuka menjauh dari tepi tebing itu. Setelah hyuka cukup aman posisinya, bumi melepaskan tangannya dari hyuka. "Kamu kalo mau marah, marahlah.. Atau diam membisu seperti ini, lakukanlah.. Tapi jangan seenaknya mengusir abang dan kakak mu, hah? Kamu tidak tahu betapa kami mengkhawatirkan kamu selama dua hari ini? Bahkan tidak satupun dari kami tidur.. Kami mencari kamu kemana kemana... Itu tandanya kami menyayangi mu, dek... Bahkan kami berempat tidak akan mampu hidup jika kamu tidak ada dunia ini... Kamu begitu berarti bagi kami.." Teriak bumi yg di iringi jatuh air matanya.

Moment Of Alwaysness (MOA) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang