Akhirnya portal itu tertutup sempurna dan itu membuat mereka berlima bernafas lega.
"Syukurlah, si nenek lampir itu nggak bisa masuk.. Pasti dia ngamuk tuh.." Ucap bumi bersemangat lagi.
Tristan ikut tersenyum senang. "Iya.. Kekuatan ini sangat bermanfaat ternyata.."
Jerome bernafas lega. "Baiklah, kita cari tempat buat istirahat lagi.."
Savero menyentuh lengan hyuka yg tak terluka. "Adek..." Panggil savero lirih.
Hyuka menoleh ke savero. Ia lebih mendekat ke abangnya itu dan menggandeng tangan savero dengan tangannya yg tak luka. "Jangan khawatir.. Adek nggak apa apa kok.." Ucap hyuka dengan senyumannya.
Savero mengelus pucuk kepala hyuka. Ia tersenyum senang.
"Ayo kita pergi!!!" Sorak bumi.
Jerome tersenyum melihat bumi yg kembali ceria namun seketika senyuman Jerome menghilang. "Bumi... Lu mimisan.." Ucap Jerome. Ia berjalan mendekat ke bumi yg menyentuh hidungnya.
Bumi pun terkejut sendiri. "Eeeh? Iya, bang.. Hidung gua berdarah.." Ucap bumi tanpa sadar.
Jerome segera jongkok dihadapan bumi. "Bumi, naik... Biar abang gendong.."
"Abang, nggak usah.. Tangan lu masih luka.." Tolak bumi segera.
"Udah sembuh bumi.. Cepatlah naik.." Ucap Jerome kekeh.
Tristan inisiatif mengambil ransel di punggung bumi. "Kak, ikuti aja kata bang jeje.. Nanti lu pingsan gimana.."
Bumi akhirnya menyerah, ia terpaksa menuruti perintah abang sulung mereka.
Setelah bumi telah dipunggung nya, Jerome berdiri dengan hati hati. Bumi menyandarkan kepalanya di punggung Jerome.
"Baiklah, kita keujung sana aja.." Tunjuk bumi ke tanah lapang dengan pohon rindang dibawanya.
Tristan berjalan terlebih dahulu, barulah Jerome mengikuti. Hyuka masih bergandengan savero. Mereka mengikuti dari belakang. Tristan segera menggelarkan karpet buat tidur merekan nanti. Jerome mendudukan bumi yg sedang menyumbat hidungnya dengan sapi tangan yg selalu ia bawa.
Savero dan hyuka juga telah sampai. Savero mengelus pipi hyuka. "Hyuka, duduk aja ya.. Abang mau cari kayu bakar.."
Hyuka mengangguk mengiyakan. Ia duduk di samping bumi yg masih sibuk dengan hidungnya. Hyuka menoleh ke bumi. "Kak... Maafin hyuka.. Ini semua gara gara hyuka.. Kakak jadi mimisan seperti ini.."
Bumi menghela nafas lelah. Ia menoleh ke adeknya itu dan tersenyum geli. Bumi membersihkan darah hidungnya hingga bersih. Lalu bumi memeluk hyuka dan mengusap lembut rambut putih itu. "Berhentilah, meminta maaf hyuka.. Ini hanya mimisan, okey.."
Namun bukan hyuka namanya jika tidak menyalahkan dirinya sendiri. Ia memeluk kembali bumi. Rasanya sangat sakit melihat orang yg ia sayangi terluka dari pada dirinya yg terluka.
"Ekhemm.." Deheman Tristan sontak melepaskan pelukan adek kakak itu.
Jerome dan savero tersenyum melihat kehangatan keluarga mereka. Jerome menghidupkan api unggun dan savero ikut duduk disamping bumi.
"Mimisan nya udah berhenti?" Tanya savero sembari memperhatikan bumi.
Bumi mengangguk mengiyakan. "Udah,bang... Sepertinya sebab akibat kekuatan gua bang.."
"Lain kali.. Jangan dipaksakan lagi.." Ucap Jerome yg masih sibuk dengan kayu bakarnya.
Tristan mengambil sebotol air putih dan memberikannya ke bumi. "Minum kak.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Moment Of Alwaysness (MOA)
Fantasy⛔Warning Ceritanya tak sewarna warni covernya!!! Berawal dari sifat penasaran hyuka yg memungut buku aneh yg dia temukan, buku itu malah membawa dirinya dan saudara-saudara yg lain ikut terancam nyawa? "Akankah mereka menemukan harapan di tengah...