57. Serupa tapi tak sama

568 19 0
                                    

Jangan lupa vote komen share

Selamat membaca
.
.
.

Malam sudah semakin larut, namun gadis itu masih setia membuka matanya, Setelah pembicaraannya dengan Arya tadi, membuat El merasa begitu ketakutan. Ia begitu takut jika Ginjal nya tidak cocok untuk Arya.

Udara malam begitu menusuk, Namun El masih belum beranjak dari duduknya. Ya, kini El berada di balkon kamarnya, ia menatap nanar bintang yang perkerlap Kerlip di atas sana.

"Bunda." Lirihnya.

"Bunda tau gak! Ayah sakit."

"El gak mau kehilangan ayah Bun."

"Cuman ayah yang El punya."

Sialan! Cairan bening itu luruh seketika, ia tak kuasa menahannya.

Besok! Besok adalah jadwal El untuk di periksa kecocokan ginjalnya.

"Doain ya Bun, semoga ginjal El sama ayah bisa cocok."

El menarik nafasnya dalam, ia mengusap air matanya kasar. Ia tidak boleh menangis.

........

Dari balik dinding kaca, Karin menatap sendu ke arah putra semata wayangnya itu.

"Kenapa belum bangun?." Tanya Karin.

Adi mengusap tubuh Karin. "Saka kecapean mi, makannya dia masih tidur."

Karin menggeleng. "Mami takut pih." Ucap Karin gemetar.

"Mami takut, Abang gak bangun lagi hiks."

Adi menggeleng, ia mengusap air mata Karin lembut. "Hus, gak boleh ngomong gitu, saka kan kuat."

Karin mengangguk. Entah mengapa perasaannya begitu tidak enak. Ia selalu teringat ucapan terakhir saka, saat ia akan memasuki ruangan operasi.

"Tetap bahagia, meskipun tanpa saka."

Mengingat ucapan saka waktu itu, membuat nafas Karin menjadi sesak, seketika pandangannya menjadi mengabur, tubuhnya lemas.

DREPP

Karin pingsan di pelukan Adi, Adi langsung panik, kemudian memangku Karin dan segera memanggil dokter untuk membantunya.

.......

Didalam ruangan serba putih itu, El merasa sangat gugup, Setelah pemeriksaan yang di lakukan nya oleh dokter satria, membuat dirinya semakin takut.

Dokter satria datang dengan membawa selembar kertas.

Ia duduk, lalu menatap iba kepada El. "Apa kamu yakin?." Tanya satria.

El mengangguk mantap. "El yakin om." Jawab El.

Satria memijat pangkal hidungnya, ia begitu tidak yakin dengan keputusan keponakannya itu.

"El. Kamu liat om!." Perintah satria, dan El pun hanya menurut saja.

"Ginjal! Ini itu bukan masalah donor darah, melainkan ginjal nak, apa kamu yakin mau memberikan ginjal kamu itu kepada Arya?."

Lagi lagi El mengangguk yakin. "El yakin om, karena itu tanda bakti El sama ayah."

Satria menggeleng. "Enggak, om gak setuju nak, Coba kamu Pikir pikir lagi."

Lagi lagi El tersenyum. "El sudah pikirkan ini dengan matang om, dan El yakin ini itu terbaik buat El dan juga ayah."

Satria menunduk, memang El ini sama keras kepalanya seperti Arya.

"Apa kamu di paksa?."

"Maksud om?." Tanya El tak mengerti.

"Apa Arya memaksa kamu, untuk mendonorkan ginjal kamu?."

El menggeleng cepat. "Enggak om, ini murni, kemauan El sendiri, om percaya deh sama El." Ucap El berusaha meyakinkan satria.

Satria hanya mengangguk pasrah, mau bagaimanapun ia tak bisa melarangnya.

"Ini!." Satria memberikan selembar kertas itu kepada El.

El mengambil nya dengan hati hati, ia mencoba membacanya dengan teliti, dan ya hasilnya....!

.....

"SELAMAT KEPADA SEKOLAH SMA AURORA YANG TELAH MEMBAWA 5 PIALA TINGKAT NASIONAL."

Suara itu terdengar begitu nyaring di Indra pendengaran seluruh siswa dan para juri.

Semua yang menyaksikan itu bertepuk tangan, seolah memberikan selamat kepada sekolah SMA AURORA.

Tidak lupa juga, Rachel dan Arsen turut bahagia dan bangga, karena kerja kerasnya selama ini membuahkan hasil.

"Selamat ya Ar." Bisik Rachel.

Arsen mengangguk. "Selamat juga buat Lo, karena Lo bisa bawa pulang piala dua sekaligus."

"Aku mah belum seberapa, itu kamu bawa piala nya tiga."

Arsen terkekeh. "Kan yang satu ini mah, hasil kelompok."

Rachel terkekeh. "Iya juga si ya, Bangga banget deh."

Arsen mengangguk. "Gue juga."

Kemudian keduanya kembali terdiam, sesekali banyak orang yang mengucapkan selamat kepada siswa yang telah mengikuti kegiatan tersebut.

30 menit sudah acara itu selesai, kini El dan Arsen tengah duduk di kursi kantin.

"Ayah Lo jemput?." Tanya Arsen.

"Iya, ayah jemput."

Arsen mengangguk. "Bagus deh."  Kemudian keduanya kembali terdiam.

"El ikut gak?." Tanya Arsen.

Rachel yang baru saja menghabiskan minuman nya tersenyum. "Katanya El gak bisa ikut."

Arsen mengangguk. "Oohh gitu ya." Terlihat raut kecewa dari wajah Arsen.

"Nanti juga kalo pulang pasti ketemu kali, gak sabaran banget." Kekeh El.

Merasa salah tingkah sendiri, Arsen kembali berucap. "Eh bukan gitu."

"Hahah udah si, aku tau kamu pasti kangen kan sama dia, dua hari gak ketemu."

Arsen mengangguk ragu. "iya, sedikit kangen si, tapi sikap El masih kaku sama gue, gue jadi nyesel waktu itu." Keluh Arsen.

Rachel merasa bersalah, karena itu semua adalah ulahnya dan sang ayah.

"Sorry banget ya, andai aja waktu itu..."

"Udah gak usah di bahas, udah kelewat juga."

Rachel mengangguk, perasaan bersalah itu masih mengendap di dalam pikirannya.

"Rachel!." Suara familiar itu membuat Rachel menoleh dengan cepat. Rachel tersenyum gembira.

"Ayah." Ucapnya, dengan langsung memeluk tubuh arya srat.

"Anak ayah, Gimana? Dapat piala berapa?." Tanya Arya.

Sedikit kecewa dengan pertanyaan yang Arya berikan, namun tidak apa, bukannya Arya sudah berubah, dan pertanyaan ini memang sudah biasa.

"Ara dapet dua dong." Bangga Rachel.

Arya mengangguk, terlihat dari raut wajahnya, jika ia sedikit kecewa.

"Ayah marah sama Ara?." Tanya Rachel.

Arya menggeleng cepat. "Enggak sayang, gak sama sekali, justru ayah Bangga sama kamu, kamu anak ayah yang paling pintar." Puji Arya.

Senyum di bibir Rachel tidak pudar seketika, ia begitu bahagia, karena Arya tidak memarahi nya lagi.

.....

Typo tandai

Haii udah lama banget ya ga update, hehe maafin ya, soalnya lagi banyak kesibukan banget, jadi gak sempet buat lanjutin ceritanya hehe..

Terimakasih sudah membaca 🤗

SERUPA TAPI TAK SAMA (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang